Banyak orang bingung dalam menjalani atau mencari jalan makrifatullah,kalau saya rekomendasikan pada paham Nur Muhammad atau Paham Dzatiyah karena ini adalah sebuah alternatif paham lain untuk memahami HAKIKAT seluruh
ciptaan ini yang akan membawa kita dengan mudah BERMAKRIFAT kepada
Allah, MAKRIFATULLAH. Yaitu paham Dzatiyah atau Lauhul Mahfuz ada juga yang menamakannya Paham Nur Muhammad dan masih banyak lagi penafsiran- penafsiran paham lainnya.Paham ini di bentuk dengan
manafakuri perjalanan Isra’ dan Mi’raj Nabi. Bahwa Beliau diperjalankan
menembus 7 lapis langit bertemu dengan Nabi-nabi terdahulu. Kemudian
Beliau naik ke Sidratul Muntaha. Lalu Naik ke Arasy yang berada diatas
Air, dimana Malaikat Jibril sudah tidak mampu lagi untuk masuk
kedalamnya. Lalu diakhir Arasy itu, dibalik 70 Tabir Nur-Nya, Rasulullah
berbicara langsung dengan Allah. Beliau berbicara dengan Allah dibalik
TABIR…
Dan dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj inilah kita nantinya akan keluar
dengan sebuah pandangan tersendiri tentang HAKEKAT dari SEMUA Ciptaan
ini:
Bahwa SELURUH Ciptaan ini HAKEKATNYA adalah berasal dari SEDIKIT dari
Dzat Allah yang terzahir menjadi SELURUH Ciptaan. Ya…, hanya sedikit,
hanya seukuran setetes atau setitik air ditengah samudera raya, hanya
seukuran sebutir pasir ditengah-tengah padang pasir yang sangat luas,
sajalah dari Dzat Allah yang Maha Besar, yang terdzahir menjadi SELURUH
Ciptaan.. Ya…, hanya SEDIKIT Dzat Allah yang terdzahir menjadi SELURUH
Ciptaan.
Pada awalnya hanya Dzat Allah saja Yang Wujud. Dzat Yang Maha Agung,
Dzat Yang Maha Indah. Dialah Dzat Yang Awal yang tiada Awal. Yang lain
selain Dzat-Nya tidaklah wujud. Saat itu KETIADAAN pun tidak wujud.
Kalau kita mengatakan saat itu sudah ada KETIADAAN, maka seketika itu
juga kita sudah tidak bertauhid lagi. Sebab disamping WUJUD Dzat-Nya ada
pula WUJUD Ketiadaan. Tidak begitu. Tauhid mensyaratkan Yang Wujud saat
itu hanyalah Sang Wajibul Wujud, yaitu Dzat Yang Maha Indah, yang
menyebut Diri-Nya Sendiri dengan sebutan Allah.
Dia ingin dikenal dan disembah, maka Dia Ciptakan sebuah Skenario
SANDIWARA Kolosal yang sangat indah dan maha hebat, yang peran dari
masing-masing aktor atau pelakonnya sudah ditentukan sejak dari awal.
Nanti akan ada yang berperan sebagai Malaikat, Iblis, Manusia, Jin,
berikut dengan segala Sifat-sifatnya masing-masing. Siapa yang akan
berperan sebagai aktor utama, peran pembantu, teknisi, pengatur laku,
pengatur cahaya, dan para pemeran peran-peran yang lainnya. Sudah
ditentukan pula lokasi, tempat, hiasan panggung, dan segala tambahan
pemanis lainnya berupa hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, gunung dan lembah.
Sudah ditulis peristiwa-peristiwa yang akan dialami oleh masing-masing
pemeran itu sejak dari awal sampai akhir dari sandiwara itu, the end.
Sungguh semua itu adalah SANDIWARA belaka bagi Allah.
Akan tetapi, yang sangat menakutkan bagi bagi para pemeran
masing-masing peran itu adalah bahwa sandiwara itu adalah kejadian
benaran. Kalau sakit, sakitnya benaran, terluka dan berdarah-darah.
Kalau mati, matinya benaran. Kalau bunuh-bunuhan (perang), perangnya
benaran. Hancur, terbakar, terluka, mati. Kalau setting peristiwanya
adalah ada gunung meletus, gempa bumi, tsunami, topan badi, dan bencana
alam lainnya, maka bencananya benaran. Hancur, porak poranda, luluh
lantak, mati. Kalau peran baik, baiknya benaran. Kalau jahat, jahatnya
benaran. Semua itu bagi si pemeran akan ada rasanya. Ada enak, sakit,
bahagia, duka, sedih, takut, marah, benci, sayang, cinta. Semuanya
terasa benaran.
Namun syukur alhamdulillah bahwa Allah juga telah menurunkan
petunjuk-Nya tentang bagaimana caranya agar kita sebagai pemeran yang
sedang menjalankan peran kita itu tidak merasakan takut dan khawatir
sedikitpun dalam kita menjalankan tugas kita itu. Tentang ini akan kita
bahas pada bagian tersendiri.
Untuk sebagai pertanda bahwa Sandiwara itu sudah dimulai, Allah pun
berkata “KUN” kepada SEDIKIT dari Dzat-Nya yang besarnya terhadap
keseluruhan Dzat-Nya hanya laksana “bulan” yang mengambang dilangit yang
luasnya tak terbatas. Lalu dengan KUN, Dzat-Nya yang sedikit itu
terdzahir menjadi sebuah SISTEM Yang TERTUTUP, Panggung Sandiwara Maha
Besar, yang berisikan SELURUH Ciptaan didalamnya
KUN…, maka antara Dzat-Nya Yang diluar (Yang Sangat Besar, AKBAR)
dengan sedikit Dzat-Nya yang ada di dalam sistem tertutup itu dibatasi
oleh TIRAI CAHAYA. Tirai cahaya ini berguna untuk melindungi semua
ciptaan yang tardzahir (dari sedikit Dzat-Nya) di dalam sistem tertutup
itu agar tidak musnah terbakar ketika ia terpandang kepada Dzat-Nya yang
diluar sistem tertutup itu, Dzat Yang Maha Agung.
“Tirai-Nya adalah Nur, dan seandainya terangkat pastilah keagungan
Dzat-Nya akan membakar makhluk yang terpandang oleh-Nya”. Terjemahan
Shahih Muslim Bk. 1, 228 (1994).
“Malaikat Jibril a.s berkata bahwa ada 70 tirai Nur yang meniraikan
Dzat. Dan sekiranya dia mendekati tirai Nur yang pertama saja, dia akan
binasa”. Al Hadist (Miskatul Masabih) Vol 4. 226 (1994)
Kemudian di dalam sistem tertutup itupun terciptalah sebuah
Perencanaan Yang Sangat Agung. Perencanaan Yang Maha Detail, terhadap
serba-serbi dari semua ciptaan yang akan menghuni sistem tertutup itu.
Rencana itu meliputi semua detail dari kejadian dan peristiwa yang akan
dialami dan dilalui oleh setiap ciptaan (mulai dari yang terkecil maha
kecil, sampai kepada yang terbesar maha besar) dalam dimensi RUANG atau
UKURAN dan dimensi WAKTU. Apa-apa yang akan terjadi, dimana akan
terjadinya, dan apa hikmah yang terkandung di sebalik setiap kejadian
yang akan menimpa setiap ciptaan itu sudah tertulis dalam sebuah KITAB
RENCANA YANG MAHA SEMPURNA yang disebut sebagai LAUHUL MAHFUZ.
Rencana itu sudah lengkap memuat setiap pergerakan, baik penciptaan
dan penghancuran, dari setiap ciptaan yang terjadi di Lauhul Mahfuz itu
mulai dari sejak awal sampai dengan akhirnya. Karena Lauhul Mahfuz itu
adalah ciptaan, maka ia pastilah ada awalnya dan ada pula akhirnya.
Sebab yang abadi hanyalah Dzat Allah semata-mata, baik Dzat-Nya Yang di
dalam sistem tertutup itu maupun Dzat-Nya yang diluar sistem tertutup
itu.
KUN, maka terciptalah sebuah Plan (lauhul Mahfuz) yang fungsinya
mirip dengan Skenario dalam sebuah Film. Isinya adalah rencana tentang
detail WAKTU dan RUANG bagi terjadinya peristiwa-peristiwa. Di dalam
Plan itu sudah tertera pula dengan jelas dan lengkap tentang bagaimana
DZAT-Nya yang akan terdzahir menjadi APA dan SIAPA untuk berperan dan
melakukan APA. Rencana itu itu juga sudah merinci magnitute (besarnya,
ukurannya, tingkatnya, jaraknya, jangkauannya, kepentingannya, luasnya,
kekejamannya, kejahatannya, kelembutannya, tahapannya, tarafnya,
babaknya, pentas dan panggungnya, pangkatnya, deretannya,
perubahan-perubahan suasananya, hikmahnya, dan sebagainya) atas setiap
peran dari Apa dan Siapa itu. Rencana itu sudah lengkap sekali, dan
tidak ada satu detailpun yang terlupakan. Rencana itu tidak akan pernah
berubah. Nanti pada bagian Lauhul Mahfuz kita akan membahas tentang
Skenario Penciptaan ini lebih detail lagi.
KUN, terpampanglah sebuah rencana besar dari sedikit Dzat-Nya yang
berada di dalam sistem tertutup itu (Lauhul Mahfuz) untuk terdzahir
menjadi: 70 Tirai Nur, Arasy, Air yang Masiv, Sidratul Muntaha, Ruh
Muhammad, 7 Langit dan Bumi beserta segala isi diantara keduanya yang
salah satunya adalah umat manusia, Penghancuran dan Pemusnahan kembali
Langit dan Bumi beserta isi diantara keduanya berupa peristiwa KIAMAT,
diciptakannya kembali langit dan bumi yang baru, peristiwa berbangkitnya
seluruh manusia di alam Mahsyar, peristiwa berbarisnya seluruh umat
manusia menuju Hisab, tentang siapa orang-orang yang SEDIKIT diantara
seluruh umat manusia ini yang akan menempuh jalan berhisab yang
dimudahkan, tentang siapa-siapa yang akan menerima kitab amalannya dari
kanan, dan siapa yang akan menerima kita amalannya itu dari kiri,
tentang siapa-siapa yang akan diberi SYAFA’AT oleh Rasulullah saw, lalu
siapa-siapa yang akan berlama-lama di dalam Neraka, dan siapa-siapa pula
yang akan berlama-lama di Syurga bersama Rasulullah beserta Nabi-nabi
dan Rasul-rasul yang lainnya serta orang-orang Shaleh dari segala
zaman, tentang Telaga atau Sungai Kehidupan yang akan mencelup para
penghuni neraka sehingga mereka keluar dari neraka itu dengan muka
berseri-seri untuk kemudian masuk ke dalam syurga, tentang bagaimana
semua malaikat, iblis, manusia, dan jin akhirnya akan kekal didalam
syurga selama masih ada langit dan bumi, kecuali kalau Allah berhendak
lain. Sebab segala ciptaan pastilah akan hancur, Yang Abadi hanyalah
Dzat-Nya saja. Lauhul Mahfuz adalah Ciptaan, dan pastilah ia akan
musnah.
Semua ciptaan-Nya pasti akan musnah kembali apabila Allah membuka 70
Tirai Nur-Nya kepada segala ciptaan-Nya itu yang berada di dalam Lauhul
Mahfuz. Jika tirai terbuka, maka Lauhul Mahfuz pun kembali SIRNA menjadi
Dzat-Nya, karena memang HAKIKAT dari semua ciptaan itu hanyalah sedikit
saja dari Dzat-Nya yang Maha Besar dan Maha Agung. Sehingga akhirnya
yang tinggal hanyalah Dzat-Nya semata-mata. Dialah Dzat Yang Awal dan
Dia pulalah Dzat Yang Akhir. Selain Dzat-Nya pastilah hancur lebur dan
sirna.
Sahabat saya “Kidung Alam” telah mengulas karakter dari sistem tertutup itu dari sisi ilmu alam dengan sangat sederhana:
“Dalam sebuah sistim tertutup, jumlah keseluruhan energy adalah tetap. Atau lebih dikenal dengan istilah: Energy tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, dan juga materi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk saja.
“Dalam sebuah sistim tertutup, jumlah keseluruhan energy adalah tetap. Atau lebih dikenal dengan istilah: Energy tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, dan juga materi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk saja.
Jadi kalau alam semesta dianggap sebuah sistem tertutup, maka apapun
yang ada di alam ini adalah tetap. Kecuali suatu entitas yang berada di
luar sistim, yang bisa menambah dan menguranginya.
Demikianlah dengan pengandaian sederhana, maka Dzat Allah pastilah
ada yang berada di dalam sistem (alam semesta) dan juga ada di luar
sistem. Allah is everywher and nowhere. Allah ada di luar dan ada di
dalam, meliputi semuanya.
Dengan memahami keberadaan Dzat Allah di dalam dan diluar system Alam Semesta Ciptaan Allah ini, maka memahami postulat ahli ilmu alam akan dengan mudah diterima. Namun bila tidak memahami Dzat yang di luar sistem ini, maka memahami postulat ahli ilmu alam ini akan menjadi tidak masuk akal”.
Dengan memahami keberadaan Dzat Allah di dalam dan diluar system Alam Semesta Ciptaan Allah ini, maka memahami postulat ahli ilmu alam akan dengan mudah diterima. Namun bila tidak memahami Dzat yang di luar sistem ini, maka memahami postulat ahli ilmu alam ini akan menjadi tidak masuk akal”.