Kamis, 22 Oktober 2015

SIAPA DIRI INI?


Salamun Alaikum...
 Hari ini saya akan share tentang apa itu DIRI yang sering heboh dikalangan ulama Thoreqah.Kebanyakkan  manusia pada hari ini menganggap bahwa  "Hidup" itu hanyalah makan, bergerak, mencari kemewahan, bekerja dan lain lain lagi, mereka mengangap bahwa jasad kasar mereka itu hidup dengan sendiri nya yang membolehkan mereka melakukan kerja kerja harian mereka itu, tapi tdk pernah kah mereka terfikir bahwa jasad mereka itu sebenar nya ialah benda mati yang tidak dapat hidup dan bergerak dengan sendiri nya  tanpa ada sesuatu yang menghidupkan nya?

Ketahuilah tanpa yang hidup itu jasad tidak ada arti nya. Tetapi benda mati ini lah yang dijaga dan diutamakan orang di dunia ini. Sedangkan semua tahu bila mati kelak, jasad akan busuk dan di tanam atau di bakar. Ini menunjukkan mati ialah bila hidup yang menghidupkan jasad tadi meninggalakan jasad.

Nah dimanakah letaknya yang di panggil hidup itu? Yang mana dengan adanya yang hidup itu lah jasad kita ini hidup dan   sebenarnya ia diam di dalam jasad kita sendiri, dan dia lah yang di panggil "DIRI" sebenar "DIRI"  dan menghidupkan jasad kita ini. Tapi pernah kah kita terfikir tentang "DIRI" itu atau coba mencari dan mengenal nya.

Tentu nya soal yang akan timbul ialah dari mana "DIRI" itu, dimana letaknya "DIRI" itu, terdiri dari apakah "DIRI" itu, dan kemanakah perginya "DIRI" itu apabila jasad mati atau dengan lain perkataan "DIRI" meninggalkan jasad???  dan yang penting sekali bolehkah kita mengenal "DIRI" sebenar "DIRI" kita itu.

Oke Cekidot... 

"BARANG  SIAPA  MENGENAL  "DIRI"  MAKA  KENALLAH  DIA  AKAN  TUHAN  NYA"

APA  KAH  "DIRI" ITU"

Untuk pengetahuan semua bahwa "DIRI" itu mendatang kemudian setelah roh memasuki jasad, bagaimana ini berlaku?

Apabila Roh berada di dalam Jasad maka perkembangan cahaya Roh itu yang memenuhi dalam Jasad keseluruhan nya, ini telah menyebabkan ujudnya "Diri" yang  berupa  saperti jasad nya memenuhi ruang dalam jasad nya..


Maka ujudlah "Diri" sebenar "Diri" dan "DIRI"  ini lah yang harus di kenal. 
(kenal lah diri maka kenal tuhan)

BAGAIMANA  MENGENAL "DIRI" SEBENAR "DIRI"

Ada berbagai cara dan kaidah digunakan untuk mengenal "DIRI" ini, bergantung kepada perguruan dan kaidah guru guru mengajar kepada murid murid nya. Semua perguruan ini betul dan cara apa sekali pun di gunakan, tujuan nya satu ya itu untuk mengenal "DIRI" sebenar "DIRI" .

Untuk mengenal "DIRI" ini ada 3 cara:

  1. Terbuka dengan sendiri nya
  2. Ushakan sendiri untuk membukanya
  3. Dibukan oleh guru. (guru guru yang berpengalaman)

Apakah yang di maksudkan “dibuka”

Di buka maksudnya ialah membukakan jalan jalan pancaran cahaya "DIRI" itu hingga keluar dari jasad dan terpancarlah cahaya "DIRI" itu keluar dari jasad melalui jalan jalan nya dan dengan rasa yang bergetar getar pada jalan keluar nya, rasa ini dapat dirasakan dengan nyata oleh murid murid yang mempelajari ilmu ini.

Ini lah rahasia hidup kita dan "DIRI" ini lah yang menghidupkan jasad selagi ada hayatnya di dunia ini, "DIRI" ini harus di kenal dan dirasai sepenuh nya oleh kita, karena ia mengandungi banyak rahsia dan serba guna, di dunia dan akhirat, Insyaallah.

Kenal kah "DIRI" tadi kepada Tuhan nya? Sudah tentu kerana dia datang dari sana, dari MAHA pencipta dan MAHA besar.

Banyak lag persoalan yang akan timbul apabila kita dapat mengenal "DIRI" kita yang sebenar benar "DIRI" ini, kita harus belajar dari "DIRI" ini:

Dia mengetahui kerana dia datang dari yang MAHA mengetahui
Dia bijak kerana datang dari yang MAHA bijaksana
Dia lah sebaik baik Guru
Kehidupan sebenar ialah di dalam, dan kehidupan dunia ini mendatang kemudian

Kesimpulan nya kenali lah "DIRI" kita ini yang dia lah sebenar benar "DIRI" dan kemukakan lah dia dalam segala urusan kita di dunia ini sementara menunggu hari yang kekal abadi, kerana dia kekal kerana di kekalkan.
 

Minggu, 08 Maret 2015

PAHAM DZATIYYAH



Banyak orang bingung dalam menjalani atau mencari jalan makrifatullah,kalau saya rekomendasikan pada paham Nur Muhammad atau Paham Dzatiyah karena ini adalah sebuah alternatif paham lain untuk memahami HAKIKAT seluruh ciptaan ini yang akan membawa kita dengan mudah BERMAKRIFAT kepada Allah, MAKRIFATULLAH. Yaitu paham Dzatiyah atau Lauhul Mahfuz ada juga yang menamakannya Paham Nur Muhammad dan masih banyak lagi penafsiran- penafsiran paham lainnya.Paham ini di bentuk dengan manafakuri perjalanan Isra’ dan Mi’raj Nabi. Bahwa Beliau diperjalankan menembus 7 lapis langit bertemu dengan Nabi-nabi terdahulu. Kemudian Beliau naik ke Sidratul Muntaha. Lalu Naik ke Arasy yang berada diatas Air, dimana Malaikat Jibril sudah tidak mampu lagi untuk masuk kedalamnya. Lalu diakhir Arasy itu, dibalik 70 Tabir Nur-Nya, Rasulullah berbicara langsung dengan Allah. Beliau berbicara dengan Allah dibalik TABIR…
Dan dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj inilah kita nantinya akan keluar dengan sebuah pandangan tersendiri tentang HAKEKAT dari SEMUA Ciptaan ini:
Bahwa SELURUH Ciptaan ini HAKEKATNYA adalah berasal dari SEDIKIT dari Dzat Allah yang terzahir menjadi SELURUH Ciptaan. Ya…, hanya sedikit, hanya seukuran setetes atau setitik air ditengah samudera raya, hanya seukuran sebutir pasir ditengah-tengah padang pasir yang sangat luas, sajalah dari Dzat Allah yang Maha Besar, yang terdzahir menjadi SELURUH Ciptaan.. Ya…, hanya SEDIKIT Dzat Allah yang terdzahir menjadi SELURUH Ciptaan.
Pada awalnya hanya Dzat Allah saja Yang Wujud. Dzat Yang Maha Agung, Dzat Yang Maha Indah. Dialah Dzat Yang Awal yang tiada Awal. Yang lain selain Dzat-Nya tidaklah wujud. Saat itu KETIADAAN pun tidak wujud. Kalau kita mengatakan saat itu sudah ada KETIADAAN, maka seketika itu juga kita sudah tidak bertauhid lagi. Sebab disamping WUJUD Dzat-Nya ada pula WUJUD Ketiadaan. Tidak begitu. Tauhid mensyaratkan Yang Wujud saat itu hanyalah Sang Wajibul Wujud, yaitu Dzat Yang Maha Indah, yang menyebut Diri-Nya Sendiri dengan sebutan Allah.
Dia ingin dikenal dan disembah, maka Dia Ciptakan sebuah Skenario SANDIWARA Kolosal yang sangat indah dan maha hebat, yang peran dari masing-masing aktor atau pelakonnya sudah ditentukan sejak dari awal. Nanti akan ada yang berperan sebagai Malaikat, Iblis, Manusia, Jin, berikut dengan segala Sifat-sifatnya masing-masing. Siapa yang akan berperan sebagai aktor utama, peran pembantu, teknisi, pengatur laku, pengatur cahaya, dan para pemeran peran-peran yang lainnya. Sudah ditentukan pula lokasi, tempat, hiasan panggung, dan segala tambahan pemanis lainnya berupa hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, gunung dan lembah. Sudah ditulis peristiwa-peristiwa yang akan dialami oleh masing-masing pemeran itu sejak dari awal sampai akhir dari sandiwara itu, the end. Sungguh semua itu adalah SANDIWARA belaka bagi Allah.
Akan tetapi, yang sangat menakutkan bagi bagi para pemeran masing-masing peran itu adalah bahwa sandiwara itu adalah kejadian benaran. Kalau sakit, sakitnya benaran, terluka dan berdarah-darah. Kalau mati, matinya benaran. Kalau bunuh-bunuhan (perang), perangnya benaran. Hancur, terbakar, terluka, mati. Kalau setting peristiwanya adalah ada gunung meletus, gempa bumi, tsunami, topan badi, dan bencana alam lainnya, maka bencananya benaran. Hancur, porak poranda, luluh lantak, mati. Kalau peran baik, baiknya benaran. Kalau jahat, jahatnya benaran. Semua itu bagi si pemeran akan ada rasanya. Ada enak, sakit, bahagia, duka, sedih, takut, marah, benci, sayang, cinta. Semuanya terasa benaran.
Namun syukur alhamdulillah bahwa Allah juga telah menurunkan petunjuk-Nya tentang bagaimana caranya agar kita sebagai pemeran yang sedang menjalankan peran kita itu tidak merasakan takut dan khawatir sedikitpun dalam kita menjalankan tugas kita itu. Tentang ini akan kita bahas pada bagian tersendiri.
Untuk sebagai pertanda bahwa Sandiwara itu sudah dimulai, Allah pun berkata “KUN” kepada SEDIKIT dari Dzat-Nya yang besarnya terhadap keseluruhan Dzat-Nya hanya laksana “bulan” yang mengambang dilangit yang luasnya tak terbatas. Lalu dengan KUN, Dzat-Nya yang sedikit itu terdzahir menjadi sebuah SISTEM Yang TERTUTUP, Panggung Sandiwara Maha Besar, yang berisikan SELURUH Ciptaan didalamnya
KUN…, maka antara Dzat-Nya Yang diluar (Yang Sangat Besar, AKBAR) dengan sedikit Dzat-Nya yang ada di dalam sistem tertutup itu dibatasi oleh TIRAI CAHAYA. Tirai cahaya ini berguna untuk melindungi semua ciptaan yang tardzahir (dari sedikit Dzat-Nya) di dalam sistem tertutup itu agar tidak musnah terbakar ketika ia terpandang kepada Dzat-Nya yang diluar sistem tertutup itu, Dzat Yang Maha Agung.
“Tirai-Nya adalah Nur, dan seandainya terangkat pastilah keagungan Dzat-Nya akan membakar makhluk yang terpandang oleh-Nya”. Terjemahan Shahih Muslim Bk. 1, 228 (1994).
“Malaikat Jibril a.s berkata bahwa ada 70 tirai Nur yang meniraikan Dzat. Dan sekiranya dia mendekati tirai Nur yang pertama saja, dia akan binasa”. Al Hadist (Miskatul Masabih) Vol 4. 226 (1994)
Kemudian di dalam sistem tertutup itupun terciptalah sebuah Perencanaan Yang Sangat Agung. Perencanaan Yang Maha Detail, terhadap serba-serbi dari semua ciptaan yang akan menghuni sistem tertutup itu. Rencana itu meliputi semua detail dari kejadian dan peristiwa yang akan dialami dan dilalui oleh setiap ciptaan (mulai dari yang terkecil maha kecil, sampai kepada yang terbesar maha besar) dalam dimensi RUANG atau UKURAN dan dimensi WAKTU. Apa-apa yang akan terjadi, dimana akan terjadinya, dan apa hikmah yang terkandung di sebalik setiap kejadian yang akan menimpa setiap ciptaan itu sudah tertulis dalam sebuah KITAB RENCANA YANG MAHA SEMPURNA yang disebut sebagai LAUHUL MAHFUZ.
Rencana itu sudah lengkap memuat setiap pergerakan, baik penciptaan dan penghancuran, dari setiap ciptaan yang terjadi di Lauhul Mahfuz itu mulai dari sejak awal sampai dengan akhirnya. Karena Lauhul Mahfuz itu adalah ciptaan, maka ia pastilah ada awalnya dan ada pula akhirnya. Sebab yang abadi hanyalah Dzat Allah semata-mata, baik Dzat-Nya Yang di dalam sistem tertutup itu maupun Dzat-Nya yang diluar sistem tertutup itu.
KUN, maka terciptalah sebuah Plan (lauhul Mahfuz) yang fungsinya mirip dengan Skenario dalam sebuah Film. Isinya adalah rencana tentang detail WAKTU dan RUANG bagi terjadinya peristiwa-peristiwa. Di dalam Plan itu sudah tertera pula dengan jelas dan lengkap tentang bagaimana DZAT-Nya yang akan terdzahir menjadi APA dan SIAPA untuk berperan dan melakukan APA. Rencana itu itu juga sudah merinci magnitute (besarnya, ukurannya, tingkatnya, jaraknya, jangkauannya, kepentingannya, luasnya, kekejamannya, kejahatannya, kelembutannya, tahapannya, tarafnya, babaknya, pentas dan panggungnya, pangkatnya, deretannya, perubahan-perubahan suasananya, hikmahnya, dan sebagainya) atas setiap peran dari Apa dan Siapa itu. Rencana itu sudah lengkap sekali, dan tidak ada satu detailpun yang terlupakan. Rencana itu tidak akan pernah berubah. Nanti pada bagian Lauhul Mahfuz kita akan membahas tentang Skenario Penciptaan ini lebih detail lagi.
KUN, terpampanglah sebuah rencana besar dari sedikit Dzat-Nya yang berada di dalam sistem tertutup itu (Lauhul Mahfuz) untuk terdzahir menjadi: 70 Tirai Nur, Arasy, Air yang Masiv, Sidratul Muntaha, Ruh Muhammad, 7 Langit dan Bumi beserta segala isi diantara keduanya yang salah satunya adalah umat manusia, Penghancuran dan Pemusnahan kembali Langit dan Bumi beserta isi diantara keduanya berupa peristiwa KIAMAT, diciptakannya kembali langit dan bumi yang baru, peristiwa berbangkitnya seluruh manusia di alam Mahsyar, peristiwa berbarisnya seluruh umat manusia menuju Hisab, tentang siapa orang-orang yang SEDIKIT diantara seluruh umat manusia ini yang akan menempuh jalan berhisab yang dimudahkan, tentang siapa-siapa yang akan menerima kitab amalannya dari kanan, dan siapa yang akan menerima kita amalannya itu dari kiri, tentang siapa-siapa yang akan diberi SYAFA’AT oleh Rasulullah saw, lalu siapa-siapa yang akan berlama-lama di dalam Neraka, dan siapa-siapa pula yang akan berlama-lama di Syurga bersama Rasulullah beserta Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang lainnya serta orang-orang Shaleh dari segala zaman, tentang Telaga atau Sungai Kehidupan yang akan mencelup para penghuni neraka sehingga mereka keluar dari neraka itu dengan muka berseri-seri untuk kemudian masuk ke dalam syurga, tentang bagaimana semua malaikat, iblis, manusia, dan jin akhirnya akan kekal didalam syurga selama masih ada langit dan bumi, kecuali kalau Allah berhendak lain. Sebab segala ciptaan pastilah akan hancur, Yang Abadi hanyalah Dzat-Nya saja. Lauhul Mahfuz adalah Ciptaan, dan pastilah ia akan musnah.
Semua ciptaan-Nya pasti akan musnah kembali apabila Allah membuka 70 Tirai Nur-Nya kepada segala ciptaan-Nya itu yang berada di dalam Lauhul Mahfuz. Jika tirai terbuka, maka Lauhul Mahfuz pun kembali SIRNA menjadi Dzat-Nya, karena memang HAKIKAT dari semua ciptaan itu hanyalah sedikit saja dari Dzat-Nya yang Maha Besar dan Maha Agung. Sehingga akhirnya yang tinggal hanyalah Dzat-Nya semata-mata. Dialah Dzat Yang Awal dan Dia pulalah Dzat Yang Akhir. Selain Dzat-Nya pastilah hancur lebur dan sirna.
Sahabat saya “Kidung Alam” telah mengulas karakter dari sistem tertutup itu dari sisi ilmu alam dengan sangat sederhana:
“Dalam sebuah sistim tertutup, jumlah keseluruhan energy adalah tetap. Atau lebih dikenal dengan istilah: Energy tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, dan juga materi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk saja.
Jadi kalau alam semesta dianggap sebuah sistem tertutup, maka apapun yang ada di alam ini adalah tetap. Kecuali suatu entitas yang berada di luar sistim, yang bisa menambah dan menguranginya.
Demikianlah dengan pengandaian sederhana, maka Dzat Allah pastilah ada yang berada di dalam sistem (alam semesta) dan juga ada di luar sistem. Allah is everywher and nowhere. Allah ada di luar dan ada di dalam, meliputi semuanya.
Dengan memahami keberadaan Dzat Allah di dalam dan diluar system Alam Semesta Ciptaan Allah ini, maka memahami postulat ahli ilmu alam akan dengan mudah diterima. Namun bila tidak memahami Dzat yang di luar sistem ini, maka memahami postulat ahli ilmu alam ini akan menjadi tidak masuk akal”.

Rabu, 25 Februari 2015

MAKNA PERTEMUAN DUA SAMUDERA




Allah dan Muhammad

Majma’al Bahrain

Majma’al Bahrain adalah Pertemuan dua lautan

"Laa syariati fii haqioti batiila, Laa haqiqoti fii syariati atiila"

"Hakekat tanpa syariat adalah Batal, Syariat tanpa hakekat adalah kosong".

"Kulit tanpa isi adalah Kosong, Isi tanpa kulit adalah Batal"

"Ahli kuliti mestinya mendalami isi-I"

"dan ahli bathin-i mestinya menghiasi diri dengan kulit-ti"

Pertemuan dua lautan antara syariat dan hakekat,

Pertemuan dua lautan antara pikir dan dzikir,

Pertemuan dua lautan antara akal dan rasa,

apakah sesuatu itu memiliki NILAI IBADAH,

ataukah hanya ADAT atau KEBIASAAN saja,

hanya TAMPAKnya saja,

atau hanya GAMBARnya saja sebagai GAMBAR IBADAH.

Maka ingatlah sabda Nabi,

"Innamal a'malu bi niat",

"sesungguhnya amal itu bersama niat".

Maka yang membedakan sesuatu itu termasuk IBADAH atau hanya TAMPAKnya saja ibadah, adalah NIATnya.

Apabila NIATnya :"Semata-mata menjalankan PERINTAH ALLOH",

maka semua apa yang kita lakukan adalah Ibadah. dan sebaliknya,

seandainya niat kita ternyata adalah selain itu,

maka meskipun wujudnya, atau gambarnya atau tampaknya ibadah,

tetapi NILAI Ibadahnya adalah tidak ada.

Syahadat adalah bentuk Ibadah,

Sholat adalah bentuk Ibadah,

Puasa adalah bentuk ibadah,

Zakat adalah bentuk Ibadah,

Haji adalah bentuk Ibadah,

Tetapi seandainya bentuk-bentuk Ibadah tersebut tidak kita niatkan"SEMATA-MATA karena MENJALANKAN PERINTAH ALLOH",

maka apa-apa yang kita kerjakan hanyalah BENTUKnya saja,

hanyalah GAMBARnya saja,

hanyalah TAMPILANnnya,

tidak ada nilai ibadahnya saja.

atau KOSONG MELOMPONG.

Maka ingatlah sabda Nabi,

Qola Rosululloh SAW,"Nanti akan banyak umatku yang sholat tapi sebenarnya tidak sholat,Puasa tapi sebenarnya tidak puasa melainkan hanya mendapaqtkan lapar dan dahaga saja"

Inilah yang diancam oleh Alloh "Neraka weil",

diterangkan dalam ayat,

"Fawailulil musholin",

"Neraka weil bagi orang yang sholat"

Dan Perhatikanlah,

Makan diperintahkan oleh Alloh di Qur'an,

minumpun juga diperintahkan oleh Alloh di Qur'an,

( "Kulu wa asrobu","makanlah dan minumlah").

Tetapi apabila kita makan dan minum karena lapar dan haus,

dan TIDAK DISADARI atau DINIATKAN bahwa makan dan mimum kita adalah karena menjalankan PERINTAH ALLOH,

maka itu hanyalah makan dan minum karena kebiasaan, k

arena ADAT saja.

Kosong dari nilai ibadah.

Tetapi apabila kita niatkan SEMATA-MATA karena MENJALANKAN PERINTAH ALLOH, maka makan dan minum kita akan menjadi IBADAH atau memiliki NILAI IBADAH.

Maka jagalah,

dan perhatikanlah masalah NIAT,

letakkan kesadaran pada SEMATA-MATA MENJALANKAN PERINTAH ALLOH.

bukan yang lainnya.

"Sesungguhnya Nabi Muhammad, sedetikpun tidak pernah pututs hubungannya dengan Alloh SWT"

Senin, 23 Februari 2015

ROKOK ADALAH SYETAN


Salamun Alaikum...
Rokok,..yah siapa yang tak kenal dengan namanya rokok.Saya dahulu adalah pecandu berat rokok,tapi setelah belajar agama lebih dalam akhirnya saya meninggalkannya.Tentang rokok saya punya beberapa pengalaman keseharian yang cukup menarik. Di antaranya, percakapan saya dengan seorang teman yang bekerja di sebuah industri rokok raksasa. Secara iseng saya bertanya, "Wah, kamu enak ya, saban hari bisa merokok dengan gratis." Teman tadi tersenyum dan jawabannya cukup mengejutkan.

"Sekali pun kami tak pernah mendapat rokok gratisan dari perusahaan. Mereka berpendapat, rokok adalah racun. Maka, mereka tidak akan pernah memberikan rokok itu kepada para karyawan."

"Jadi, para karyawan perusahaan tempat kamu bekerja tidak pernah merokok?"
"Bukan begitu. Rokok boleh diisap oleh para karyawan tapi atas pilihan dan biaya sendiri."

Pengalaman lainnya adalah percakapan saya dengan teman yang biasa mancing bersama ke tengah laut. Sebenarnya dia bukan perokok berat. Namun, pada usia di atas 60 tahun dia terkena kanker paru. Pada hari-hari terakhir hidupnya, dia bilang kepada teman-teman yang datang menjenguknya di rumah sakit. "Teman-teman, cukuplah saya yang menderita sakit seperti ini. Kalian jangan. Maka, saya minta kalian yang merokok berhentilah."

Masih ada pengalaman lain. Bahkan, ini menyangkut kakak perempuan kandung saya. Pada usia 50 tahun kakak terkena kanker paru juga. Bukan karena dia merokok, melainkan suaminya yang perokok berkelanjutan. Setelah kematian kakak, anak-anaknya berantakan.

Barangkali belum cukup? Beberapa waktu yang lalu di harian ini saya sudah menyampaikan data bahwa 19 juta warga masyarakat miskin kita mengisap rokok dengan nilai Rp 23 triliun per tahun. Mungkin tidak banyak orang yang merenung lebih jauh bahwa pada kasus ini telah terjadi perampasan atas hak puluhan juta anak miskin.

Hak apa? Hak mendapat asupan gizi yang lebih baik; hak mendapat buku-buku pelajaran; dan hak atas biaya kesehatan. Itu semua gara-gara ayah mereka yang miskin lebih suka memilih rokok daripada memenuhi kewajiban atas anak-anaknya.

Harus diingat jumlah anak miskin yang terampas haknya ini saja pasti lebih besar daripada jumlah seluruh petani tembakau ditambah dengan karyawan industri dan distributor rokok di seluruh Indonesia. Belum lagi, bila jumlah anak yang terampas haknya itu ditambah dengan jumlah pelajar dan mahasiswa yang telah kecanduan nikotin sehingga mereka lebih mengutamakan rokok daripada buku. Malah kita bisa merenung lebih dalam bila membaca data yang dicatat oleh Prof Dadang Hawari: setiap tahun 57 ribu orang meninggal di Indonesia karena rokok. Berarti rata-rata 156 orang setiap hari dan angka ini hanya sedikit di bawah angka korban narkoba.

Jadi, benar rokok adalah racun, baik dalam arti kiasan maupun arti sesungguhnya. Bahkan, produsen sendiri telah menjelaskan dalam huruf-huruf besar bahwa rokok bisa menyebabkan kanker, serangan jantung, dan gangguan janin. Tapi, masyarakat dan pemerintah tampak belum melihatnya sebagai ancaman yang serius. Ini sebuah ironi yang menyedihkan. Beda dengan Singapura yang berupaya keras mengendalikan konsumsi rokok oleh warganya. Singapura sedang berjalan pasti menuju bangsa bebas tembakau.

Ironi besar juga hidup subur di kalangan masyarakat yang konon telah memakruhkan rokok. Kalau benar rokok hukumnya makruh, seharusnya para santri dan para tokoh Islam bisa menampilkan diri sebagai contoh pribadi yang menjauhi rokok. Tapi, nyatanya di kalangan mereka rokok adalah hal yang sangat umum. Mereka lupa posisi sebagai panutan dan perilaku mereka jadi acuan umat.

Atau, hukum makruh rokok itu pun sebuah ironi. Karena hukum itu diputuskan pada masa baheula, jauh sebelum tercapai kemajuan ilmiah yang bisa membuktikan secara nyata dan objektif bahaya rokok terhadap kesehatan bahkan jiwa manusia. Juga, karena sifat konsumsi rokok yang menimbulkan efek ketergantungan maka akan terjadi makruh secara berkelanjutan. Ya, (lagi-lagi) ironisnya para santri juga tahu apa jadinya apabila hal yang makruh dilakukan terus-menerus.

Maka, daripada repot berwacana dan menunggu bertele-tele fatwa ini-itu, lebih baik kita bertindak sendiri-sendiri. Tinggalkan rokok demi akal sehat. Toh, dalam konteks rokok pun mestinya kita boleh berdalil.Hidup itu sehat bebas dari ROKOK.

PERNIKAHAN JALAN MENGETAHUI ALLAH


.Dalam Al Qur’an dan hadits, Allah telah menjelaskan secara tersirat tentang metode untuk menemui Allah dan melihat Allah (Ru’yatullah) yaitu :
.
Al-Kahfi ayat 110 :
“……. barang siapa yang mengharapkan menemui Tuhannya, maka kerjakanlah amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada-nya”.
.
Pada ayat tersebut di atas terdapat kalimat “amal shaleh”.
Apakah yang dimaksud dengan “amal shaleh” itu ?
Kata “amal” mempunyai arti perbuatan atau metode atau cara.
Sedangkan istilah “shaleh” yang seakar dengan kata “shalah” dan “shalat” mempunyai makna hubungan atau penghantar.
Jadi
“Amal shaleh” mempunyai arti suatu perbuatan atau metode yang dapat menghantarkan seseorang kepada pengalaman bertemu Allah.
Amal yang shaleh pada hakekatnya adalah amal atau perbuatan atau metode yang telah dicontohkan oleh para Utusan Allah dalam usahanya untuk mengadakan pertemuan dengan Tuhannya.
Dan yang harus diingat adalah bahwa jumlah para Rasul dan Nabi yang diutus oleh Allah adalah sangat banyak, dan tidaklah mungkin semuanya itu diutus hanya di satu daerah tertentu saja.
Allah telah menurunkan para Utusan-Nya itu ke berbagai penjuru dunia.
Dan tidak tertutup kemungkinan Allah juga pernah menurunkan Utusan-Nya di negeri Cina atau Shindustan, sehingga Nabi Muhammad Saw memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk belajar ilmu di negeri tersebut.
Dalam Al Qur’an dan hadits, Allah telah menjelaskan secara tersirat tentang metode untuk menemui Allah (Liqa’ Allah) dan melihat Allah (Ru’yatullah) yaitu :
.
“Dan berapa banyak Kami telah mengutus Nabi-Nabi pada umat terdahulu… “. (QS Az Zukhruf 43 : 6)
“Ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan tentang mereka kepada kamu sebelumnya, dan Rasul-Rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu…… “. (QS an Nisa 4 : 164).
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu orang-orang yang mengharap pertemuan dengan Allah dan hari Akhirat dan banyak mengingat Allah”. (QS Al Ahzab 33 : 21)
“Dan tiap-tiap umat ada Rasul Allah….”. (QS Yunus 10 : 47).
.
Untuk mencapai pertemuan dengan Allah diperlukan usaha dari setiap manusia dengan bimbingan seorang Guru Mursyid yang telah mencapai derajat Ma’rifatullah atau yang telah mengalami pengalaman bertemu Allah dengan berpedoman kepada kitab-kitab Suci yang telah diturunkan kepada umat manusia.
Prosesi Menemui Allah yang telah dicontohkan oleh para Rasul, Nabi dan Para Pewaris Nabi, pada intinya mempunyai satu kesamaan yaitu kita harus dapat melakukan prosesi mengulang kembali ke awal mula penciptaan manusia.
.
“Dan sesungguhnya kamu datang menemui Kami dengan sendirian seperti Kami ciptakan kamu pada awal mula kejadian dan kamu akan meninggalkan dibelakangmu semua apa yang Kami karuniakan kepadamu….. “. (QS Al An ‘am 6 : 94).
“Mereka dihadapkan kepada Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang menemui Kami seperti Kami telah menciptakan kamu pada awal mula kejadian, bahkan kamu menyangka bahwa Kami tiada menetapkan janji bagi kamu “. (QS Al Kahfi 18 : 48).
“Perempuan-perempuan kamu (istri-istrimu) adalah seperti ladang bagimu, maka datangilah ladangmu sebagaimana kamu kehendaki dan kerjakanlah kebajikan untuk dirimu, bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan menemui-Nya, dan sampaikanlah berita gembira untuk orang-orang yang beriman “. (QS Al Baqarah 2 : 223).
“Dan mereka menanyakan kepadamu tentang haid. Katakanlah, “itu adalah penyakit atau kotoran”. Sebab itu hindarilah perempuan selama masa haid dan janganlah dekati mereka sebelum suci. Bila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri“. (QS Al Baqarah 2 : 222).
.
….. Ketika kami sedang berada disisi Rasulullah, tiba-tiba beliau bertanya :
“Adakah orang asing diantara kamu ?”.
Kemudian beliau bersabda :
“Angkat tangan kamu dan tutuplah pintumu”. (HR Al Hakim)
“Tutuplah pintumu dan ingat Allah”. (HR Bukhari).
.
Dalam memahami proses kembali ke awal mula penciptaan manusia, kita sering terjebak dalam cerita atau kisah-kisah yang bersifat simbolis sehingga terjadi penyimpangan dalam menafsirkan dan menerapkannya.
Oleh sebab itu dalam memahami prosesi kembali ke awal mula penciptaan manusia, kita harus berpegang pada pedoman sebagai berikut :
.
Pertama :
Setiap Kitab Suci mempunyai ayat-ayat yang bersifat Mukhamat dan Muthasyabihat.
“Dialah yang menurunkan Al Kitab kepada kamu. Diantara isinya ada ayat-ayat yang mukhamat, itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain adalah ayat-ayat mutasyabihat……”. (QS Ali Imran 3 : 7).
.
Kedua :
Setiap ayat yang mengisahkan tentang proses kembali ke awal mula penciptaan manusia, selalu mengandung pengertian yang berpasangan baik lahir maupun batin serta mengandung banyak perumpamaan atau amtsal.
.
- “Dan Kami ciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan supaya kamu mendapatkan pengajaran”. (Ad Dzariyat 51 : 49).
- “Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan diantara yang tumbuh di bumi danm pada diri mereka dan dari apa yang mereka yang tidak diketahui” (QS Yasin 36 :36).
- “Sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulangkali kepada manusia dalam Al Qur’an ini bermacam perumpamaan tetapi kebanyakan manusia engganmenerimanya kecuali ingkar”. (QS Al Isra 17 : 89).
- “Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu bukti, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata : Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kebohongan belaka”. (QS Ar Rum 30 : 58).
- “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”. (QS Al Ankabut 29 : 43)
.
Ketiga :
Setiap Kitab Suci, ditujukan untuk manusia yang masih hidup, sehingga apa yang diperintahkan, dalam Kitab Suci harus bisa dilaksanakan oleh manusia ketika dia masih hidup di atas dunia.
Berdasarkan tiga pedoman tersebut, kita akan coba untuk membahas ayat-ayat yang menjelaskan metode untuk menemui dan melihat Allah.
Dalam surat Al-kahfi 18 : 110 telah dijelaskan bahwa apabila seorang manusia ingin berjumpa dengan Allah selagi masih hidup di dunia, maka ia harus melakukan “amal shaleh”.
Kata amal mempunyai arti : perbuatan, metode, cara atau laku, sedangkan kata shalih mempunyai arti hubungan, sambungan atau antaran.
Jadi pengertian amal shaleh adalah suatu perbuatan atau metode yang dapat mengantarkan atau menghubungkan kita kepada pengalaman bertemu dan melihat Allah.
Berdasarkan surat Al An”am 6 : 94 Allah telah memberitahukan bahwa proses bertemunya seorang manusia dengan-Nya adalah seperti ketika manusia diciptakan pada awal mula kejadian.
Dengan dalil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa intisari dari metode amal shalih adalah suatu proses pengulangan kembali ke awal mula kejadian penciptaan seorang manusia.
.
Bagaimanakah proses awal mula penciptaan seorang manusia ?
.
Dan apa hubungannya dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah. Untuk membahasnya, marilah kita lihat sejarah hidup Nabi Muhammad Saw dalam mencari keberadaan Sang Khaliknya.
Sejak lahir sampai berumur 25 tahun, beliau telah diajarkan dan didoktrin oleh para pemuka agama kaum Quraisy bahwa Tuhan yang harus disembah adalah Tuhan-Tuhan yang berwujud patung-patung yang mempunyai nama antara lain Lata Uza, Manata dan lainnya.
Dalam diri Muhammad pada waktu itu tidak mempercayai ajaran tersebut, sehingga beliau meminta ijin kepada istrinya Siti Khodijah untuk bertahanuts atau beruzlah mengasingkan diri ke dalam gua Hira dilereng Gunung Cahaya (Jabal Nur) dengan tujuan untuk mencari Tuhan yang sebenarnya.
Selama berbulan-bulan beliau bertahanuts di Gua Hira, tetapi belum juga menemukan cara untuk bertemu sekaligus mengenal Sang Khalik.
Tetapi berkat usaha beliau yang tidak kenal menyerah, akhirnya di usia ke 40 tahun, beliau mendapatkan wahyu yang pertama kali dari Allah yang isinya adalah perintah untuk membaca, merenungkan dan mempelajari proses awal mula penciptaan diri seorang manusia.
.
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari Alaqah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Pemurah. Yang mengajari manusia dengan Qalam. Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya”. (QS Al Alaq 96 : 1-5).
.
Berdasarkan dalil tersebut, marilah kita renungkan,
Muhammad pada waktu itu bertahanuts di Gua Hira dengan tujuan untuk mencari, menemui dan mengenal keberadaan Sang Khalik yang sebenarnya, walaupun beliau tidak mengetahui cara atau metode untuk bertemu dengan Sang Khalik.
Untuk maksud tersebut, akhirnya Allah memerintahkan agar beliau mempelajari proses awal mula penciptaan seorang manusia dari Al Alaqah.
Tentunya Muhammad pada waktu itu bertanya dalam qalbunya, apakah hubungan antara proses awal mula penciptaan manusia dari Al Alaqah dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah ?
Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh beliau dan pengajaran yang diajarkan oleh Allah, akhirnya beliau menemukan jawabannya, sehingga akhirnya beliau dapat bertemu dan melihat Allah untuk pertama kalinya di Gua Hira.
Kemudian selanjutnya beliau selalu mendapatkan pengajaran dari Allah berupa wahyu-wahyu sampai beliau berusia 63 tahun.
Demikianlah sekilas sejarah hidup Nabi Muhammad Saw dalam mencari Tuhannya.
Dari sejarah Nabi Muhammad Saw tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk bertemu dengan Allah kita harus mempelajari proses awal mula penciptaan diri yang bermula dari Al Alaqah.
Kata Alaqah mempunyai dua arti yaitu pertama, cinta kasih yang melekat. Arti yang kedua adalah segumpal darah.
Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses penciptaan manusia bermula dari rasa cinta Allah kepada makhluk-Nya.
Hal ini sesuai dengan Hadits Qudsi :
.
“Aku dahulu adalah permata yang tersembunyi. Aku rindu untuk dikenal, maka Aku ciptakan makhluk agar ia mengenal-Ku”. (HR. Bukhari).
.
Rasa cinta Allah kepada makhluk-Nya itu kemudian diberikan kepada ayah ibu kita sehingga timbullah rasa cinta diantara keduanya, yang kemudian dilekatkan dalam sebuah ikatan perkawinan.
Kemudian mereka melakukan persenggamaan sehingga terjadilah penyatuan dua rasa cinta yang dilebur menjadi satu.
Dalam persenggamaan tersebut terjadilah pelepasan spermatozoa dari ayah, yang selanjutnya mereka bergerak menuju pasangannya yaitu ovum atau sel telur yang berada di dalam rahim.
Setelah mereka bertemu maka sperma akan bergerak mengelilingi sel telur sebanyak tujuh kali mirip gerakan Thawafnya para jamaah haji. Setelah itu barulah sperma berusaha untuk menembus lapisan pelindung sel telur dan jika berhasil maka terjadilah penyatuan antara sel telur dengan sperma (nutfah) yang akan mengakibatkan pembuahan yang selanjutnya membentuk segumpal darah atau Al Alaqah yang merupakan cikal bakal janin bayi manusia.
Selanjutnya Alaqah tersebut berproses menjadi mudghah, izhamah dan lahmah kemudian baru menjadi bayi yang sempurna secara jasmaniyah, kemudian Allah meniupkan Ruh-Nya kedalam janin bayi tersebut.
Ketika berada di dalam rahim, sang bayi mengalami keadaan dimana semua aktifitas inderawinya tidak berfungsi secara sempurna. Atau dengan kata lain, lubang-lubang inderawinya masih tertutup karena sang bayi berada dalam air ketuban (omnium water) selama kurang lebih 9 bulan, sampai akhirnya sang bayi lahir ke alam dunia ini.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses awal mula penciptaan seorang manusia melalui dua tahapan yaitu tahap pertama berasal dari cinta kasih seorang pria dan wanita yang saling dilekatkan dengan ikatan perkawinan dan persenggamaan.
Tahap kedua, yang merupakan lanjutan dari tahap pertama yaitu segumpal darah yang melekat di dinding rahim yang terus berproses menjadi janin bayi yang terendam didalam air ketuban selama 9 bulan.
Dalam surat Al An’am 6 : 94 telah diisyaratkan bahwa proses bertemunya seorang manusia dengan Allah adalah seperti proses awal mula penciptaan diri manusia itu sendiri, yaitu persenggamaan kedua orang tuanya dan segumpal darah yang kemudian menjadi bayi yang berada dalam kandungan ibunya.
.
Mungkin timbul dua pertanyaan dalam diri kita,
- Pertama, apa hubungannya antara persenggamaan dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah?
- Pertanyaan kedua, apa hubungannya antara proses penciptaan janin bayi dalam kandungan dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah?
.
** Inilah masalah yang selama ini dirahasiakan oleh Nabi Muhammad Saw **
.
“Janganlah engkau berikan ilmu ini kepada yang tidak membutuhkan, karena itu adalah perbuatan zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu ini kepada yang membutuhkan, karena itu juga perbuatan zhalim”. (Al Hadits) .
Seorang sahabat yang bernama Abu Hurairah juga pernah berkata :
.
“Aku hafal dua karung (kitab) hadits dari Rasulullah Saw. Yang satu karung (kitab) sudah aku siarkan kepada kalian semua. Sedang yang satu lagi kalau aku siarkan, niscaya dipotong orang leherku”. ( HR Bukhari).
.
Berdasarkan dalil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada kitab hadits yang disembunyikan oleh Abu Hurairah, yang kemudian diajarkan hanya kepada orang yang terpilih yang terus diwariskan sampai ke generasi sekarang. Sebagian besar isi dari kitab hadits tersebut berkaitan dengan masalah metode untuk melihat Allah dan bertemu dengan-Nya, melalui proses pengulangan awal mula kejadian penciptaan manusia.
Dengan niat yang baik, penulis mencoba menyingkap masalah tersebut dengan dasar Al Qur’an dan Hadits :
.
“Dan janganlah engkau sembunyikan kebenaran itu, padahal engkau mengetahuinya”. (QS Al Baqarah 2 : 42).
“Sampaikanlah kebenaran itu walaupun pahit”. (HR Bukhari).
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan atau merahasiakan keterangan-keterangan dan petunjuk-petunjuk yang telah Kami turunkan setelah Kami menjelaskannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat Alllah dan dilaknat pula oleh mereka yang melaknat kecuali orang-orang yang telah bertaubat, berbuat kebaikan dan menerangkan apa-apa yang mereka sembunyikan, maka mereka itulah yang Aku terima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS Al Baqarah 2 : 159-160).
“Sampaikanlah dariku, walaupun satu ayat”. (Al Hadits)
.
Di dalam Al Qur’an, Allah telah mengisyaratkan hubungan antara persenggamaan dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah, yaitu :
.
“Perempuan-perempuan kamu (istri-istri kamu) adalah seperti tempat bercocok tanam bagimu, maka datangilah tempat bercocok tanam milik kamu itu sebagaimana kamu kehendaki. Dan buatlah kebaikan untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah berita ini gembira untuk orang-orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223).
.
Sebagian besar mufasirin menafsirkan ayat tersebut termasuk ayat yang bermakna mukhamat artinya jelas dan terang sesuai dengan teksnya.
Tetapi apabila kita teliti lebih lanjut, terdapat satu keanehan yang tersirat dalam ayat tersebut, yaitu pada awalnya ayat itu berbicara tentang masalah persenggamaan (berjima’) antara seorang suami dengan istri istrinya, tetapi tiba-tiba diakhir ayat tersebut terdapat kalimat :
.
“dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah berita gembira ini kepada orang-orang beriman”
.
Tentunya kita bertanya, Apa hubungannya antara persenggamaan dengan kabar gembira bahwa kita akan menemui Allah?
Mengapa Allah menggabungkan antara permasalahan tatacara bersenggama (berjima’) dengan masalah proses menemui-Nya dalam satu ayat ?
Adakah makna yang tersirat dari ayat tersebut ?
Inilah permasalahan yang akan kita coba bahas dengan hati-hati, karena hal ini merupakan masalah yang sangat sensitif yang bisa menimbulkan kesalafahaman dan fitnah, seperti yang terjadi pada penulisan kitab “Darmogandul” dan Kitab “Gatoloco” yang menjadi polemik pada waktu itu sampai sekarang ini.
Proses bertemunya seorang manusia dengan Allah adalah melalui suatu proses yang mirip dengan proses awal mula penciptaan manusia (surat Al An’am 6 ayat 94).
Kata “mirip” inilah yang harus diperhatikan dan dipahami dengan benar. Kata “mirip” ini merupakan terjemahan dari kata “kamaa”.
Kita sering tidak menyadari arti kata “kamaa” ini.
Dalam bahasa Arab, kata “kamaa” mempunyai banyak arti yaitu seperti, sebagaimana, bagaikan atau mirip.
Dari arti ini dapat disimpulkan, bahwa proses bertemunya seorang manusia dengan Allah adalah seperti proses penciptaan awal mula kejadian manusia yaitu yang diawali dengan persenggamaan antara ayah ibu kita adalah bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi proses tersebut hanya bersifat mirip dengan proses awal mula penciptaan manusia (persenggamaan). Bagaimanakah kemiripannya ?
Untuk memahami permasalahan tersebut, kita harus menyadari bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasangan (QS 51 : 49)
Demikian juga diri kita, juga diciptakan dengan berpasangan,
“Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS Yasin 36 : 36)
Pada bagian akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa kita tidak mengetahui secara keseluruhan apa saja yang diciptakan Allah secara berpasangan. Tegasnya, masih banyak yang diciptakan secara berpasangan yang belum diketahui oleh kita, salah satunya adalah tentang diri kita sendiri yang ternyata juga berpasangan.
Diri kita yang bersifat jasmani mempunyai pasangannya yaitu diri yang bersifat ruhani. Diri jasmani kita juga mempunyai pasangan secara jenis kelamin, yaitu pria dan wanita.
Dalam pandangan ahli hakikat, pada diri setiap manusia, terdapat syimbol kelakian dan kewanitaan, baik secara genital maupun secara sifat. Secara genital kelakian diberi tanda khusus dengan organ yang berbentuk “huruf alif” atau “lingga” atau “alu”. Sedangkan genital kewanitaan diberi tanda khusus dengan organ vital yang berbentuk “huruf ba” atau “Yoni” atau “lumpang”.
Dalam bahasa Arab, organ vital kelakian di sebut Ad-Dzakar, sedangkan organ vital kewanitaan disebut Al-Untsa.
Sifat kelakian disebut dengan istilah Ar-Rizal, sedangkan sifat kewanitaan disebut dengan istilah An-Nisa.
Setiap diri manusia juga mempunyai dua syimbol kelakian dan kewanitaan sekaligus (aprodite), yaitu tujuh lubang inderawi yang ada di kepala dan tiga lubang yang ada di badan sebagai syimbol kewanitaan, dan sepuluh jari tangan sebagai syimbol kelakian. Inilah makna syimbolis dari hakikat istri, yang di isyaratkan dalam Al Qur’an :
.
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kamu istri dari anfusmu sendiri……..”. (QS Ar Rum 30 : 21)
“Dia menciptakan kamu dari diri yang satu, kemudia Dia menjadikan daripadanya istrinya……”. (QS Az Zumar 39 : 6)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmua yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya….”. (QS An Nisa 4 : 1)
Tujuh lubang inderawi yang ada dikepala manusia merupakan tempat berkumpulnya empat rasa inderawi yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman dan pengucapan, oleh ahli hakikat dianggap sebagai syimbol “empat istri” yang harus dinikahi secara keseluruhan atau poligami, agar ke empat hawa nafsu yang ada pada lubang-lubang telinga, mata, hidung dan mulut dapat dipimpin dan dikendalikan oleh sang suami.
“Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, hendaklah kamu menikahi siapa saja di antara perempuan-perempuan yang kamu sukai dua, tiga, atau empat tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,maka nikahilah seorang saja atau kamu mengambil budak-budakperempuan yang kamu miliki………”. (QS An Nisa 4 : 3)
.
Seorang lelaki yang dapat mempunyai empat istri dan dapat mengendalikan dan memimpin ke empat istrinya adalah type seorang muslim yang terbaik, hal ini sesuai dengan hadits nabi Muhammad Saw :
Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata : Ibnu Abbas berkata kepadaku :
“Apakah engkau telah menikah?”
Aku menjawab : “Belum”.
Ia berkata : “Menikahlah,
Karena sesungguhnya sebaik-baiknya orang Islam adalah yang lebih banyak istrinya. (HR Bukhari dan Ahmad).
.
Secara syimbolis dalil tersebut menjelaskan tentang hakikat dari keberadaan hawa nafsu yang berada disetiap lubang telinga, mata, hidung dan mulut.
Ke-empat inderawi (telinga-mata-hidung-mulut) merupakan syimbol dari perempuan yatim,
Artinya perempuan yang hidup sendirian (yatim=sendiri, satu-satunya atau tidak berbapak).
Aktifitas mendengar, melihat, mencium dan mengucap, mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan sendirinya (yatim), karena mereka sudah diprogram oleh Allah untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan perintah-Nya.
Telinga hanya berfungsi untuk mendengar,
Mata hanya berfungsi untuk melihat,
Hidung hanya berfungsi untuk mencium,
Mulut hanya berfungsi untuk mengucap dan mengecap saja.
Singkatnya fungsi inderawi mereka tidak akan tertukar diantara mereka.
.
Hal ini yang diisyaratkan dalam firman-Nya :
“Dan sungguh Kami telah mencptakan di atas (kepala) kamu tujuh (lubang) jalan (aktifitas inderawi).Dan tidaklah Kami lalai memelihara (fungsi inderawi) yang Kami ciptakan itu”. (QS Al Mu’minun 23 : 17)
Setiap inderawi mempunyai kebutuhan yang sangat fithrah yang harus dipenuhi. Apabila kebutuhan itu terpenuhi dengan baik maka ia akan bahagia atau sebaliknya ia akan tidak bahagia apabila kebutuhannya tidak terpenuhi.
.
Kebutuhan mata adalah melihat.
Kebutuhan telinga adalah mendengar.
Kebutuhan hidung adalah mencium
Kebutuhan mulut adalah mengucap dan mengecap.
.
Semua kebutuhan itu harus dipenuhi dengan adil, tetapi kadang kita tidak bisa berbuat adil, misalnya kita hanya mendahulukan kepentingan salah satu inderawi saja dibandingkan kebutuhan inderawi lainnya atau kita hanya mempercayai salah satu inderawi saja dibandingkan mempercayai inderawi lainnya.
Inilah yang diisyaratkan secara syimbolis dalam firman-Nya :
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istrimu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, maka janganlah kamu terlalu cenderung kepada istri yang kamu cintai sehingga engkau biarkan isrtri yang lain seperti tergantung (terlupakan)……….”. (QS An Nisa 4 : 129)
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, kadang para istri atau wanita menjadi sumber fitnah dan dosa, karena mereka banyak menuntut kebutuhannya secara berlebihan, sehingga Nabi Muhammad Saw pernah bersabda :
.
“Aku tidak meninggalkan umatku fitnah yang kebih berbahaya buat lelaki lebih dari fitnah yang dibawa kaum wanita”. (Al Hadits) .
“Bumi ini subur dan indah. Dan Tuhan telah menyerahkan amanah kepada kalian di muka bumi ini. Jika muncul godaan di dunia, berhati-hatilah kalian. Dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bangsa Isarail adalah fitnah wanita”. (HR Muslim).
.
Secara syimbolis, hadits tersebut menjelaskan bahwa keinginan dari hawa nafsu yang ada di lubang inderawi kita, bisa juga menjadi perangkap syeitan (syeitan adalah sifat menjauh atau merenggang dari kebenaran) yang seringkali menimbulkan permasalahan karena kita akan terus mengikuti kemauannya dan selalu memenuhi kebutuhannya, sehingga kita akan menjauh dari nilai-nilai kebenaran.
Misalnya, kita selalu menuruti apa saja yang yang diinginkan oleh mulut, sehingga kita makan secara berlebihan tanpa mempedulikan apakah makanan itu halal atau haram, thayib atau tidak.
Untuk mengatasi masalah tersebut Allah telah memberikan jalan keluarnya yaitu agar setiap lelaki atau suami selalu mengendalikan dan memimpin wanita atau istri-istrinya atau hawa nafsunya yang terdapat pada telinga, mata hidung dan mulut.
.
“Lelaki adalah pemimpin atas para wanita karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)…..”. (QS An Nisa 4 : 34)
.
Siapakah sang suami atau lelaki secara hakekat ?
.
Secara hakikat syimbol “suami atau lelaki” adalah jari-jari tangan kita. Hanya jari-jari tangan kitalah yang dapat mengendalikan hawa nafsu atau keinginan yang berlebihan yang timbul dari ke empat istri kita yaitu telinga, mata, hidung dan mulut, dengan cara mengihramkan (melarang) mereka untuk beraktifitas seperti yang diisyaratkan dalam gerakan takbiratul ihram dalam setiap awal ibadah shalat.
Ketika keinginan untuk mendengar, melihat, mencium dan mungucap atau mengecap sudah sangat berlebihan, maka satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah dengan menutup lubang-lubang inderawi tersebut dengan jari-jari tangan kita, dengan gerakan takbiratul ihram (takbir larangan).
Dengan tertutupnya lubang-lubang inderawi kita maka secara berangsur-angsur keinginan hawa nafsu dari para istri mulai menghilang.
Gerakan takbiratul ihram secara syimbolis juga mengisyaratkan hubungan antara “pernikahan atau perkawinan” syimbol kelakian yaitu jari-jari tangan, dengan syimbol kewanitaan yaitu lubang-lubang inderawi, dengan proses pertemuan dengan Allah, seperti yang diisyaratkan dalam firman-Nya :
.
“Istri-istrimu adalah seperti ladang (tempat bercocok tanam) bagimu, maka datangilah ladangmu (tempat bercocok tanammu) sebagaimana kamu sukai dan buatlah kebaikan untuk dirimu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah kabar gembira ini untuk orang-orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223)
.
Ayat tersebut apabila ditafsirkan secara syimbolis, akan mempunyai arti sebagai berikut :
.
Pertama :
Kata “istri-istri” dalam ayat tersebut mempunyai makna syimbolis tujuh lubang inderawi yang berada di kepala manusia. Sedangkan kata ganti kamu, pada ayat tersebut mempunyai makna syimbolis sepuluh jari tangan manusia.
.
Kedua :
Pada ayat tersebut terdapat kalimat
“Perempuan-perempuan (istri-istri) kamu adalah ladang bagi kamu. Maka datangilah ladangmu sebagaimana kamu kehendaki”.
Kalimat tersebut mempunyai arti syimbolis bahwa ketujuh lubang inderawi kita adalah ladang bagi sepuluh jari tangan. (Ladang adalah tempat untuk bercocok tanam, apabila tempat itu cocok untuk ditanam dengan satu jenis tanaman tertentu maka ditanamlah tanaman tersebut).
Hal ini berarti tujuh lubang inderawi yang ada di kepala adalah tempat yang cocok bagi jari-jari tangan untuk ditanamkan di lubang-lubang tersebut sesuai dengan keinginan kita. Bagaimana mencocokkannya, silahkan tanya kepada ahlinya.
 .
Ketiga :
Pada ayat tersebut juga terdapat kalimat
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya”.
Kalimat ini mempunyai arti simbolis, bahwa ketika jari-jari tangan sudah ditanamkan ke dalam lubang-lubang inderawi maka dalam posisi demikian sesungguhnya kita sedang melakukan prosesi untuk bertemu dengan Allah.
Jadi prosesi menemui Allah dapat terjadi ketika simbol kelakian (jari-jari tangan) dipertemukan dengan symbol kewanitaan yaitu lubang-lubang inderawi. Inilah yang dimaksud dengan hakikat pernikahan “Bil yad” (pernikahan dengan mempergunakan tangan) atau “sirri” atau “rahasia”, yaitu pernikahan yang bersifat rahasia antara jari-jari tangan dengan lubang inderawi yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
.
Keempat :
Pada akhir ayat tersebut terdapat kalimat
“Dan sampaikanlah berita gembira ini kepada orang-orang yang beriman”.
Kalimat ini mempunyai arti simbolis bahwa prosesi menemui Allah yang diisyaratkan dalam surat tersebut harus disebarluaskan kepada orang-orang yang beriman sebagai kabar gembira, agar mereka dapat mengetahui dan melaksanakan tatacara menemui Allah tersebut selagi mereka masih hidup di atas dunia

Jumat, 20 Februari 2015

UNTUK APA HIDUPKU DI DUNIA

Salamun Alaikum....
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.
Hari ini saya mau share tentang segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?” Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.
Saudaraku … Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada hadis dan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Hadist Qudsi: "AKU adalah khasanah yang tersembunyi,KU ciptakan mahkluk KU agar mereka  mengenal AKU"
Saudaraku … Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah dan mengenal kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98) Jadi beribadah dan mengenal kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).
Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.
Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)

Imam Al Ghazali mengatakan: ''Awwaluddin Makrifatullah''
"Awal awal beragama mengenal Allah"
Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribadah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki. Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)
Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)
Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.Maka itu kita harus mengenalNYA.
Saudaraku … Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57.
Beliau rahimahullah mengatakan,“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud. Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.
 

DZATIYAH ALIWUYYAH Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger