.Dalam Al
Qur’an dan hadits, Allah telah menjelaskan secara tersirat tentang metode untuk
menemui Allah dan melihat Allah (Ru’yatullah) yaitu :
.
Al-Kahfi
ayat 110 :
“……. barang
siapa yang mengharapkan menemui Tuhannya, maka kerjakanlah amal shaleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada-nya”.
.
Pada ayat
tersebut di atas terdapat kalimat “amal shaleh”.
Apakah yang
dimaksud dengan “amal shaleh” itu ?
Kata “amal”
mempunyai arti perbuatan atau metode atau cara.
Sedangkan
istilah “shaleh” yang seakar dengan kata “shalah” dan “shalat” mempunyai makna
hubungan atau penghantar.
Jadi
“Amal
shaleh” mempunyai arti suatu perbuatan atau metode yang dapat menghantarkan
seseorang kepada pengalaman bertemu Allah.
Amal yang
shaleh pada hakekatnya adalah amal atau perbuatan atau metode yang telah
dicontohkan oleh para Utusan Allah dalam usahanya untuk mengadakan pertemuan
dengan Tuhannya.
Dan yang
harus diingat adalah bahwa jumlah para Rasul dan Nabi yang diutus oleh Allah
adalah sangat banyak, dan tidaklah mungkin semuanya itu diutus hanya di satu
daerah tertentu saja.
Allah telah
menurunkan para Utusan-Nya itu ke berbagai penjuru dunia.
Dan tidak
tertutup kemungkinan Allah juga pernah menurunkan Utusan-Nya di negeri Cina
atau Shindustan, sehingga Nabi Muhammad Saw memerintahkan umat Islam pada waktu
itu untuk belajar ilmu di negeri tersebut.
Dalam Al
Qur’an dan hadits, Allah telah menjelaskan secara tersirat tentang metode untuk
menemui Allah (Liqa’ Allah) dan melihat Allah (Ru’yatullah) yaitu :
.
“Dan berapa
banyak Kami telah mengutus Nabi-Nabi pada umat terdahulu… “. (QS Az Zukhruf 43
: 6)
“Ada
beberapa rasul yang telah Kami kisahkan tentang mereka kepada kamu sebelumnya,
dan Rasul-Rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu…… “. (QS an
Nisa 4 : 164).
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu
orang-orang yang mengharap pertemuan dengan Allah dan hari Akhirat dan banyak
mengingat Allah”. (QS Al Ahzab 33 : 21)
“Dan
tiap-tiap umat ada Rasul Allah….”. (QS Yunus 10 : 47).
.
Untuk
mencapai pertemuan dengan Allah diperlukan usaha dari setiap manusia dengan
bimbingan seorang Guru Mursyid yang telah mencapai derajat Ma’rifatullah atau
yang telah mengalami pengalaman bertemu Allah dengan berpedoman kepada
kitab-kitab Suci yang telah diturunkan kepada umat manusia.
Prosesi
Menemui Allah yang telah dicontohkan oleh para Rasul, Nabi dan Para Pewaris
Nabi, pada intinya mempunyai satu kesamaan yaitu kita harus dapat melakukan
prosesi mengulang kembali ke awal mula penciptaan manusia.
.
“Dan
sesungguhnya kamu datang menemui Kami dengan sendirian seperti Kami ciptakan
kamu pada awal mula kejadian dan kamu akan meninggalkan dibelakangmu semua apa
yang Kami karuniakan kepadamu….. “. (QS Al An ‘am 6 : 94).
“Mereka
dihadapkan kepada Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang menemui
Kami seperti Kami telah menciptakan kamu pada awal mula kejadian, bahkan kamu
menyangka bahwa Kami tiada menetapkan janji bagi kamu “. (QS Al Kahfi 18 : 48).
“Perempuan-perempuan
kamu (istri-istrimu) adalah seperti ladang bagimu, maka datangilah ladangmu
sebagaimana kamu kehendaki dan kerjakanlah kebajikan untuk dirimu, bertaqwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan menemui-Nya, dan sampaikanlah
berita gembira untuk orang-orang yang beriman “. (QS Al Baqarah 2 : 223).
“Dan mereka
menanyakan kepadamu tentang haid. Katakanlah, “itu adalah penyakit atau
kotoran”. Sebab itu hindarilah perempuan selama masa haid dan janganlah dekati
mereka sebelum suci. Bila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu
sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri“. (QS
Al Baqarah 2 : 222).
.
….. Ketika
kami sedang berada disisi Rasulullah, tiba-tiba beliau bertanya :
“Adakah
orang asing diantara kamu ?”.
Kemudian
beliau bersabda :
“Angkat
tangan kamu dan tutuplah pintumu”. (HR Al Hakim)
“Tutuplah
pintumu dan ingat Allah”. (HR Bukhari).
.
Dalam
memahami proses kembali ke awal mula penciptaan manusia, kita sering terjebak
dalam cerita atau kisah-kisah yang bersifat simbolis sehingga terjadi
penyimpangan dalam menafsirkan dan menerapkannya.
Oleh sebab
itu dalam memahami prosesi kembali ke awal mula penciptaan manusia, kita harus
berpegang pada pedoman sebagai berikut :
.
Pertama :
Setiap Kitab
Suci mempunyai ayat-ayat yang bersifat Mukhamat dan Muthasyabihat.
“Dialah yang
menurunkan Al Kitab kepada kamu. Diantara isinya ada ayat-ayat yang mukhamat,
itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain adalah ayat-ayat
mutasyabihat……”. (QS Ali Imran 3 : 7).
.
Kedua :
Setiap ayat
yang mengisahkan tentang proses kembali ke awal mula penciptaan manusia, selalu
mengandung pengertian yang berpasangan baik lahir maupun batin serta mengandung
banyak perumpamaan atau amtsal.
.
- “Dan Kami
ciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan supaya kamu mendapatkan
pengajaran”. (Ad Dzariyat 51 : 49).
- “Maha Suci
Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan diantara yang
tumbuh di bumi danm pada diri mereka dan dari apa yang mereka yang tidak
diketahui” (QS Yasin 36 :36).
-
“Sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulangkali kepada manusia dalam Al
Qur’an ini bermacam perumpamaan tetapi kebanyakan manusia engganmenerimanya
kecuali ingkar”. (QS Al Isra 17 : 89).
- “Dan
sesungguhnya telah Kami buat dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan
untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu bukti,
pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata : Kamu tidak lain hanyalah
orang-orang yang membuat kebohongan belaka”. (QS Ar Rum 30 : 58).
- “Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”. (QS Al Ankabut 29 : 43)
.
Ketiga :
Setiap Kitab
Suci, ditujukan untuk manusia yang masih hidup, sehingga apa yang
diperintahkan, dalam Kitab Suci harus bisa dilaksanakan oleh manusia ketika dia
masih hidup di atas dunia.
Berdasarkan
tiga pedoman tersebut, kita akan coba untuk membahas ayat-ayat yang menjelaskan
metode untuk menemui dan melihat Allah.
Dalam surat
Al-kahfi 18 : 110 telah dijelaskan bahwa apabila seorang manusia ingin berjumpa
dengan Allah selagi masih hidup di dunia, maka ia harus melakukan “amal
shaleh”.
Kata amal
mempunyai arti : perbuatan, metode, cara atau laku, sedangkan kata shalih
mempunyai arti hubungan, sambungan atau antaran.
Jadi
pengertian amal shaleh adalah suatu perbuatan atau metode yang dapat
mengantarkan atau menghubungkan kita kepada pengalaman bertemu dan melihat
Allah.
Berdasarkan
surat Al An”am 6 : 94 Allah telah memberitahukan bahwa proses bertemunya
seorang manusia dengan-Nya adalah seperti ketika manusia diciptakan pada awal
mula kejadian.
Dengan dalil
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa intisari dari metode amal shalih adalah
suatu proses pengulangan kembali ke awal mula kejadian penciptaan seorang
manusia.
.
Bagaimanakah
proses awal mula penciptaan seorang manusia ?
.
Dan apa
hubungannya dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah. Untuk
membahasnya, marilah kita lihat sejarah hidup Nabi Muhammad Saw dalam mencari
keberadaan Sang Khaliknya.
Sejak lahir
sampai berumur 25 tahun, beliau telah diajarkan dan didoktrin oleh para pemuka
agama kaum Quraisy bahwa Tuhan yang harus disembah adalah Tuhan-Tuhan yang
berwujud patung-patung yang mempunyai nama antara lain Lata Uza, Manata dan
lainnya.
Dalam diri
Muhammad pada waktu itu tidak mempercayai ajaran tersebut, sehingga beliau
meminta ijin kepada istrinya Siti Khodijah untuk bertahanuts atau beruzlah
mengasingkan diri ke dalam gua Hira dilereng Gunung Cahaya (Jabal Nur) dengan
tujuan untuk mencari Tuhan yang sebenarnya.
Selama
berbulan-bulan beliau bertahanuts di Gua Hira, tetapi belum juga menemukan cara
untuk bertemu sekaligus mengenal Sang Khalik.
Tetapi
berkat usaha beliau yang tidak kenal menyerah, akhirnya di usia ke 40 tahun,
beliau mendapatkan wahyu yang pertama kali dari Allah yang isinya adalah
perintah untuk membaca, merenungkan dan mempelajari proses awal mula penciptaan
diri seorang manusia.
.
“Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
Alaqah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Pemurah. Yang mengajari manusia dengan
Qalam. Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya”. (QS Al Alaq 96 :
1-5).
.
Berdasarkan
dalil tersebut, marilah kita renungkan,
Muhammad
pada waktu itu bertahanuts di Gua Hira dengan tujuan untuk mencari, menemui dan
mengenal keberadaan Sang Khalik yang sebenarnya, walaupun beliau tidak
mengetahui cara atau metode untuk bertemu dengan Sang Khalik.
Untuk maksud
tersebut, akhirnya Allah memerintahkan agar beliau mempelajari proses awal mula
penciptaan seorang manusia dari Al Alaqah.
Tentunya
Muhammad pada waktu itu bertanya dalam qalbunya, apakah hubungan antara proses
awal mula penciptaan manusia dari Al Alaqah dengan proses bertemunya seorang
manusia dengan Allah ?
Dengan
kecerdasan yang dimiliki oleh beliau dan pengajaran yang diajarkan oleh Allah,
akhirnya beliau menemukan jawabannya, sehingga akhirnya beliau dapat bertemu
dan melihat Allah untuk pertama kalinya di Gua Hira.
Kemudian
selanjutnya beliau selalu mendapatkan pengajaran dari Allah berupa wahyu-wahyu
sampai beliau berusia 63 tahun.
Demikianlah
sekilas sejarah hidup Nabi Muhammad Saw dalam mencari Tuhannya.
Dari sejarah
Nabi Muhammad Saw tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk bertemu
dengan Allah kita harus mempelajari proses awal mula penciptaan diri yang bermula
dari Al Alaqah.
Kata Alaqah
mempunyai dua arti yaitu pertama, cinta kasih yang melekat. Arti yang kedua
adalah segumpal darah.
Dari dua
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses penciptaan manusia bermula
dari rasa cinta Allah kepada makhluk-Nya.
Hal ini
sesuai dengan Hadits Qudsi :
.
“Aku dahulu
adalah permata yang tersembunyi. Aku rindu untuk dikenal, maka Aku ciptakan
makhluk agar ia mengenal-Ku”. (HR. Bukhari).
.
Rasa cinta
Allah kepada makhluk-Nya itu kemudian diberikan kepada ayah ibu kita sehingga
timbullah rasa cinta diantara keduanya, yang kemudian dilekatkan dalam sebuah
ikatan perkawinan.
Kemudian
mereka melakukan persenggamaan sehingga terjadilah penyatuan dua rasa cinta
yang dilebur menjadi satu.
Dalam
persenggamaan tersebut terjadilah pelepasan spermatozoa dari ayah, yang
selanjutnya mereka bergerak menuju pasangannya yaitu ovum atau sel telur yang
berada di dalam rahim.
Setelah
mereka bertemu maka sperma akan bergerak mengelilingi sel telur sebanyak tujuh
kali mirip gerakan Thawafnya para jamaah haji. Setelah itu barulah sperma
berusaha untuk menembus lapisan pelindung sel telur dan jika berhasil maka
terjadilah penyatuan antara sel telur dengan sperma (nutfah) yang akan
mengakibatkan pembuahan yang selanjutnya membentuk segumpal darah atau Al
Alaqah yang merupakan cikal bakal janin bayi manusia.
Selanjutnya
Alaqah tersebut berproses menjadi mudghah, izhamah dan lahmah kemudian baru
menjadi bayi yang sempurna secara jasmaniyah, kemudian Allah meniupkan Ruh-Nya
kedalam janin bayi tersebut.
Ketika
berada di dalam rahim, sang bayi mengalami keadaan dimana semua aktifitas
inderawinya tidak berfungsi secara sempurna. Atau dengan kata lain,
lubang-lubang inderawinya masih tertutup karena sang bayi berada dalam air
ketuban (omnium water) selama kurang lebih 9 bulan, sampai akhirnya sang bayi
lahir ke alam dunia ini.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses awal mula penciptaan seorang
manusia melalui dua tahapan yaitu tahap pertama berasal dari cinta kasih
seorang pria dan wanita yang saling dilekatkan dengan ikatan perkawinan dan
persenggamaan.
Tahap kedua,
yang merupakan lanjutan dari tahap pertama yaitu segumpal darah yang melekat di
dinding rahim yang terus berproses menjadi janin bayi yang terendam didalam air
ketuban selama 9 bulan.
Dalam surat
Al An’am 6 : 94 telah diisyaratkan bahwa proses bertemunya seorang manusia
dengan Allah adalah seperti proses awal mula penciptaan diri manusia itu
sendiri, yaitu persenggamaan kedua orang tuanya dan segumpal darah yang kemudian
menjadi bayi yang berada dalam kandungan ibunya.
.
Mungkin
timbul dua pertanyaan dalam diri kita,
- Pertama,
apa hubungannya antara persenggamaan dengan proses bertemunya seorang manusia
dengan Allah?
- Pertanyaan
kedua, apa hubungannya antara proses penciptaan janin bayi dalam kandungan
dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah?
.
** Inilah
masalah yang selama ini dirahasiakan oleh Nabi Muhammad Saw **
.
“Janganlah
engkau berikan ilmu ini kepada yang tidak membutuhkan, karena itu adalah
perbuatan zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu ini kepada yang
membutuhkan, karena itu juga perbuatan zhalim”. (Al Hadits) .
Seorang
sahabat yang bernama Abu Hurairah juga pernah berkata :
.
“Aku hafal
dua karung (kitab) hadits dari Rasulullah Saw. Yang satu karung (kitab) sudah
aku siarkan kepada kalian semua. Sedang yang satu lagi kalau aku siarkan,
niscaya dipotong orang leherku”. ( HR Bukhari).
.
Berdasarkan
dalil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada kitab hadits yang disembunyikan
oleh Abu Hurairah, yang kemudian diajarkan hanya kepada orang yang terpilih
yang terus diwariskan sampai ke generasi sekarang. Sebagian besar isi dari
kitab hadits tersebut berkaitan dengan masalah metode untuk melihat Allah dan
bertemu dengan-Nya, melalui proses pengulangan awal mula kejadian penciptaan
manusia.
Dengan niat
yang baik, penulis mencoba menyingkap masalah tersebut dengan dasar Al Qur’an
dan Hadits :
.
“Dan
janganlah engkau sembunyikan kebenaran itu, padahal engkau mengetahuinya”. (QS
Al Baqarah 2 : 42).
“Sampaikanlah
kebenaran itu walaupun pahit”. (HR Bukhari).
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan atau merahasiakan keterangan-keterangan dan
petunjuk-petunjuk yang telah Kami turunkan setelah Kami menjelaskannya kepada
manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat Alllah dan dilaknat pula oleh
mereka yang melaknat kecuali orang-orang yang telah bertaubat, berbuat kebaikan
dan menerangkan apa-apa yang mereka sembunyikan, maka mereka itulah yang Aku
terima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS
Al Baqarah 2 : 159-160).
“Sampaikanlah
dariku, walaupun satu ayat”. (Al Hadits)
.
Di dalam Al
Qur’an, Allah telah mengisyaratkan hubungan antara persenggamaan dengan proses
bertemunya seorang manusia dengan Allah, yaitu :
.
“Perempuan-perempuan
kamu (istri-istri kamu) adalah seperti tempat bercocok tanam bagimu, maka
datangilah tempat bercocok tanam milik kamu itu sebagaimana kamu kehendaki. Dan
buatlah kebaikan untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah berita ini gembira untuk
orang-orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223).
.
Sebagian
besar mufasirin menafsirkan ayat tersebut termasuk ayat yang bermakna mukhamat
artinya jelas dan terang sesuai dengan teksnya.
Tetapi
apabila kita teliti lebih lanjut, terdapat satu keanehan yang tersirat dalam
ayat tersebut, yaitu pada awalnya ayat itu berbicara tentang masalah
persenggamaan (berjima’) antara seorang suami dengan istri istrinya, tetapi
tiba-tiba diakhir ayat tersebut terdapat kalimat :
.
“dan
ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah berita
gembira ini kepada orang-orang beriman”
.
Tentunya
kita bertanya, Apa hubungannya antara persenggamaan dengan kabar gembira bahwa
kita akan menemui Allah?
Mengapa
Allah menggabungkan antara permasalahan tatacara bersenggama (berjima’) dengan
masalah proses menemui-Nya dalam satu ayat ?
Adakah makna
yang tersirat dari ayat tersebut ?
Inilah
permasalahan yang akan kita coba bahas dengan hati-hati, karena hal ini
merupakan masalah yang sangat sensitif yang bisa menimbulkan kesalafahaman dan
fitnah, seperti yang terjadi pada penulisan kitab “Darmogandul” dan Kitab
“Gatoloco” yang menjadi polemik pada waktu itu sampai sekarang ini.
Proses
bertemunya seorang manusia dengan Allah adalah melalui suatu proses yang mirip
dengan proses awal mula penciptaan manusia (surat Al An’am 6 ayat 94).
Kata “mirip”
inilah yang harus diperhatikan dan dipahami dengan benar. Kata “mirip” ini
merupakan terjemahan dari kata “kamaa”.
Kita sering
tidak menyadari arti kata “kamaa” ini.
Dalam bahasa
Arab, kata “kamaa” mempunyai banyak arti yaitu seperti, sebagaimana, bagaikan
atau mirip.
Dari arti
ini dapat disimpulkan, bahwa proses bertemunya seorang manusia dengan Allah
adalah seperti proses penciptaan awal mula kejadian manusia yaitu yang diawali
dengan persenggamaan antara ayah ibu kita adalah bukan dalam arti yang
sebenarnya, tetapi proses tersebut hanya bersifat mirip dengan proses awal mula
penciptaan manusia (persenggamaan). Bagaimanakah kemiripannya ?
Untuk
memahami permasalahan tersebut, kita harus menyadari bahwa Allah telah
menciptakan segala sesuatu dengan berpasangan (QS 51 : 49)
Demikian
juga diri kita, juga diciptakan dengan berpasangan,
“Maha Suci
Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui”. (QS Yasin 36 : 36)
Pada bagian
akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa kita tidak mengetahui secara keseluruhan
apa saja yang diciptakan Allah secara berpasangan. Tegasnya, masih banyak yang
diciptakan secara berpasangan yang belum diketahui oleh kita, salah satunya
adalah tentang diri kita sendiri yang ternyata juga berpasangan.
Diri kita
yang bersifat jasmani mempunyai pasangannya yaitu diri yang bersifat ruhani.
Diri jasmani kita juga mempunyai pasangan secara jenis kelamin, yaitu pria dan
wanita.
Dalam
pandangan ahli hakikat, pada diri setiap manusia, terdapat syimbol kelakian dan
kewanitaan, baik secara genital maupun secara sifat. Secara genital kelakian
diberi tanda khusus dengan organ yang berbentuk “huruf alif” atau “lingga” atau
“alu”. Sedangkan genital kewanitaan diberi tanda khusus dengan organ vital yang
berbentuk “huruf ba” atau “Yoni” atau “lumpang”.
Dalam bahasa
Arab, organ vital kelakian di sebut Ad-Dzakar, sedangkan organ vital kewanitaan
disebut Al-Untsa.
Sifat
kelakian disebut dengan istilah Ar-Rizal, sedangkan sifat kewanitaan disebut
dengan istilah An-Nisa.
Setiap diri
manusia juga mempunyai dua syimbol kelakian dan kewanitaan sekaligus
(aprodite), yaitu tujuh lubang inderawi yang ada di kepala dan tiga lubang yang
ada di badan sebagai syimbol kewanitaan, dan sepuluh jari tangan sebagai
syimbol kelakian. Inilah makna syimbolis dari hakikat istri, yang di isyaratkan
dalam Al Qur’an :
.
”Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kamu istri dari
anfusmu sendiri……..”. (QS Ar Rum 30 : 21)
“Dia
menciptakan kamu dari diri yang satu, kemudia Dia menjadikan daripadanya
istrinya……”. (QS Az Zumar 39 : 6)
“Hai sekalian
manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmua yang telah menciptakan kamu dari diri
yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya….”. (QS An Nisa 4 : 1)
Tujuh lubang
inderawi yang ada dikepala manusia merupakan tempat berkumpulnya empat rasa
inderawi yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman dan pengucapan, oleh ahli
hakikat dianggap sebagai syimbol “empat istri” yang harus dinikahi secara
keseluruhan atau poligami, agar ke empat hawa nafsu yang ada pada lubang-lubang
telinga, mata, hidung dan mulut dapat dipimpin dan dikendalikan oleh sang
suami.
“Dan jika
kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, hendaklah kamu
menikahi siapa saja di antara perempuan-perempuan yang kamu sukai dua, tiga,
atau empat tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,maka nikahilah
seorang saja atau kamu mengambil budak-budakperempuan yang kamu miliki………”. (QS
An Nisa 4 : 3)
.
Seorang
lelaki yang dapat mempunyai empat istri dan dapat mengendalikan dan memimpin ke
empat istrinya adalah type seorang muslim yang terbaik, hal ini sesuai dengan
hadits nabi Muhammad Saw :
Dari Sa’id
bin Jubair, ia berkata : Ibnu Abbas berkata kepadaku :
“Apakah
engkau telah menikah?”
Aku menjawab
: “Belum”.
Ia berkata :
“Menikahlah,
Karena
sesungguhnya sebaik-baiknya orang Islam adalah yang lebih banyak istrinya. (HR
Bukhari dan Ahmad).
.
Secara
syimbolis dalil tersebut menjelaskan tentang hakikat dari keberadaan hawa nafsu
yang berada disetiap lubang telinga, mata, hidung dan mulut.
Ke-empat
inderawi (telinga-mata-hidung-mulut) merupakan syimbol dari perempuan yatim,
Artinya
perempuan yang hidup sendirian (yatim=sendiri, satu-satunya atau tidak
berbapak).
Aktifitas
mendengar, melihat, mencium dan mengucap, mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dengan sendirinya (yatim), karena mereka sudah diprogram oleh
Allah untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan perintah-Nya.
Telinga
hanya berfungsi untuk mendengar,
Mata hanya
berfungsi untuk melihat,
Hidung hanya
berfungsi untuk mencium,
Mulut hanya
berfungsi untuk mengucap dan mengecap saja.
Singkatnya
fungsi inderawi mereka tidak akan tertukar diantara mereka.
.
Hal ini yang
diisyaratkan dalam firman-Nya :
“Dan sungguh
Kami telah mencptakan di atas (kepala) kamu tujuh (lubang) jalan (aktifitas
inderawi).Dan tidaklah Kami lalai memelihara (fungsi inderawi) yang Kami
ciptakan itu”. (QS Al Mu’minun 23 : 17)
Setiap
inderawi mempunyai kebutuhan yang sangat fithrah yang harus dipenuhi. Apabila
kebutuhan itu terpenuhi dengan baik maka ia akan bahagia atau sebaliknya ia
akan tidak bahagia apabila kebutuhannya tidak terpenuhi.
.
Kebutuhan mata
adalah melihat.
Kebutuhan
telinga adalah mendengar.
Kebutuhan
hidung adalah mencium
Kebutuhan
mulut adalah mengucap dan mengecap.
.
Semua
kebutuhan itu harus dipenuhi dengan adil, tetapi kadang kita tidak bisa berbuat
adil, misalnya kita hanya mendahulukan kepentingan salah satu inderawi saja
dibandingkan kebutuhan inderawi lainnya atau kita hanya mempercayai salah satu
inderawi saja dibandingkan mempercayai inderawi lainnya.
Inilah yang
diisyaratkan secara syimbolis dalam firman-Nya :
“Dan kamu
tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istrimu walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, maka janganlah kamu terlalu cenderung kepada istri yang kamu
cintai sehingga engkau biarkan isrtri yang lain seperti tergantung
(terlupakan)……….”. (QS An Nisa 4 : 129)
Dalam
mengarungi bahtera rumah tangga, kadang para istri atau wanita menjadi sumber
fitnah dan dosa, karena mereka banyak menuntut kebutuhannya secara berlebihan,
sehingga Nabi Muhammad Saw pernah bersabda :
.
“Aku tidak
meninggalkan umatku fitnah yang kebih berbahaya buat lelaki lebih dari fitnah
yang dibawa kaum wanita”. (Al Hadits) .
“Bumi ini
subur dan indah. Dan Tuhan telah menyerahkan amanah kepada kalian di muka bumi
ini. Jika muncul godaan di dunia, berhati-hatilah kalian. Dan berhati-hatilah
terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bangsa Isarail adalah
fitnah wanita”. (HR Muslim).
.
Secara
syimbolis, hadits tersebut menjelaskan bahwa keinginan dari hawa nafsu yang ada
di lubang inderawi kita, bisa juga menjadi perangkap syeitan (syeitan adalah
sifat menjauh atau merenggang dari kebenaran) yang seringkali menimbulkan
permasalahan karena kita akan terus mengikuti kemauannya dan selalu memenuhi
kebutuhannya, sehingga kita akan menjauh dari nilai-nilai kebenaran.
Misalnya,
kita selalu menuruti apa saja yang yang diinginkan oleh mulut, sehingga kita
makan secara berlebihan tanpa mempedulikan apakah makanan itu halal atau haram,
thayib atau tidak.
Untuk
mengatasi masalah tersebut Allah telah memberikan jalan keluarnya yaitu agar
setiap lelaki atau suami selalu mengendalikan dan memimpin wanita atau
istri-istrinya atau hawa nafsunya yang terdapat pada telinga, mata hidung dan
mulut.
.
“Lelaki adalah
pemimpin atas para wanita karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)…..”. (QS An Nisa 4 : 34)
.
Siapakah
sang suami atau lelaki secara hakekat ?
.
Secara
hakikat syimbol “suami atau lelaki” adalah jari-jari tangan kita. Hanya
jari-jari tangan kitalah yang dapat mengendalikan hawa nafsu atau keinginan
yang berlebihan yang timbul dari ke empat istri kita yaitu telinga, mata,
hidung dan mulut, dengan cara mengihramkan (melarang) mereka untuk beraktifitas
seperti yang diisyaratkan dalam gerakan takbiratul ihram dalam setiap awal
ibadah shalat.
Ketika
keinginan untuk mendengar, melihat, mencium dan mungucap atau mengecap sudah
sangat berlebihan, maka satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah dengan menutup
lubang-lubang inderawi tersebut dengan jari-jari tangan kita, dengan gerakan
takbiratul ihram (takbir larangan).
Dengan
tertutupnya lubang-lubang inderawi kita maka secara berangsur-angsur keinginan
hawa nafsu dari para istri mulai menghilang.
Gerakan
takbiratul ihram secara syimbolis juga mengisyaratkan hubungan antara
“pernikahan atau perkawinan” syimbol kelakian yaitu jari-jari tangan, dengan
syimbol kewanitaan yaitu lubang-lubang inderawi, dengan proses pertemuan dengan
Allah, seperti yang diisyaratkan dalam firman-Nya :
.
“Istri-istrimu
adalah seperti ladang (tempat bercocok tanam) bagimu, maka datangilah ladangmu
(tempat bercocok tanammu) sebagaimana kamu sukai dan buatlah kebaikan untuk
dirimu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah
kabar gembira ini untuk orang-orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223)
.
Ayat
tersebut apabila ditafsirkan secara syimbolis, akan mempunyai arti sebagai
berikut :
.
Pertama :
Kata
“istri-istri” dalam ayat tersebut mempunyai makna syimbolis tujuh lubang inderawi
yang berada di kepala manusia. Sedangkan kata ganti kamu, pada ayat tersebut
mempunyai makna syimbolis sepuluh jari tangan manusia.
.
Kedua :
Pada ayat
tersebut terdapat kalimat
“Perempuan-perempuan
(istri-istri) kamu adalah ladang bagi kamu. Maka datangilah ladangmu
sebagaimana kamu kehendaki”.
Kalimat
tersebut mempunyai arti syimbolis bahwa ketujuh lubang inderawi kita adalah
ladang bagi sepuluh jari tangan. (Ladang adalah tempat untuk bercocok tanam,
apabila tempat itu cocok untuk ditanam dengan satu jenis tanaman tertentu maka
ditanamlah tanaman tersebut).
Hal ini
berarti tujuh lubang inderawi yang ada di kepala adalah tempat yang cocok bagi
jari-jari tangan untuk ditanamkan di lubang-lubang tersebut sesuai dengan
keinginan kita. Bagaimana mencocokkannya, silahkan tanya kepada ahlinya.
.
Ketiga :
Pada ayat
tersebut juga terdapat kalimat
“Dan
ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya”.
Kalimat ini
mempunyai arti simbolis, bahwa ketika jari-jari tangan sudah ditanamkan ke
dalam lubang-lubang inderawi maka dalam posisi demikian sesungguhnya kita
sedang melakukan prosesi untuk bertemu dengan Allah.
Jadi prosesi
menemui Allah dapat terjadi ketika simbol kelakian (jari-jari tangan)
dipertemukan dengan symbol kewanitaan yaitu lubang-lubang inderawi. Inilah yang
dimaksud dengan hakikat pernikahan “Bil yad” (pernikahan dengan mempergunakan
tangan) atau “sirri” atau “rahasia”, yaitu pernikahan yang bersifat rahasia
antara jari-jari tangan dengan lubang inderawi yang hanya diketahui oleh
dirinya sendiri.
.
Keempat :
Pada akhir
ayat tersebut terdapat kalimat
“Dan
sampaikanlah berita gembira ini kepada orang-orang yang beriman”.
Kalimat ini
mempunyai arti simbolis bahwa prosesi menemui Allah yang diisyaratkan dalam
surat tersebut harus disebarluaskan kepada orang-orang yang beriman sebagai
kabar gembira, agar mereka dapat mengetahui dan melaksanakan tatacara menemui
Allah tersebut selagi mereka masih hidup di atas dunia