Januari 2015 adalah awal saya membuka apa yang ada dalam benak yang selama ini di pendam dan selalu di rahasiakan.Saya disini hanya ingin membagi sedikit ilmu yang di berikan Allah kepada saya,dan semoga saya berharap ilmu ini bisa bermanfaat pada saudara sekalian.
Saya sebagai admin dan sebagai penerus dari ilmu keturunan keluarga saya ini sangat sangat bermohon maaf bila ada kata yang tidak bisa di pahami oleh saudara sekalian.
Sebelum saya masuk ketopik pembahasan paham ini,mohon lepaskan dulu "pakaian"saudara sehingga bisa masuk atau di pahami secara benar.Ilmu ini sangatlah simple dan sederhana mungkin saya buat agar semua bisa paham dan seharusnya langsung paham.Dan seandainya toh juga tidak masuk dalam akaliyah saudara itu sudah menjadi ketetapan Allah bahwa memang saudara belum bisa mendapat hidayahNya.
Awaludin Makrifatullah...ya kata inilah yang paling ramai di bicarakan oleh kaum kaum thorekat sampai kalangan umum.Awal beragama itu mengenal Allah,sehingga Imam Al ghazali pernah mengatakan "kenalilah tuhanmu sebelum engkau menyembahNya".
Bahkan lebih ekstrim lagi apa yang di katakan oleh Syech Abdul Qodir Al djaelani yaitu :''orang yang tidak mengenal Tuhanya dia tidak beragama"
Nah dari kosep di atas bahwa banyak yang menjadi bingung bahkan enggan sholat karena kata kata para ulama besar tersebut.Untuk itu saya disini mengambil satu alternatif dan insya Allah akan membagi kepada saudara bagaimana mengenal Allah dan bahkan 'MELIHATNYA'
Syeikh
Ahmad Arifin berpendapat bahwa setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya
yang tidak ada yang tidak dapat dikenal. Karena Allah adalah zat yang wajib
al-wujud yaitu zat yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan
kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada
yang disembahnya, barulah ia berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi :
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya:
“Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah
Kenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Artinya:
“Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan
barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
Lalu diri mana yang wajib kita
kenal? Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat
Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً
وَبَاطِنَةً
Artinya : Dan Allah
telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
Jadi
berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi dua:
1.
Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan
dapat diraba oleh tangan.
2.
Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata
dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati.
Adapun dalil mengenai terbaginya diri manusia
Karena
sedemikian pentingnya peran diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperoleh
pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam
diri (introspeksi diri) sebagimana
firman Allah dalam surat az-Zariat ayat 21:
وَفِى اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya : Dan di dalam
diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya.
Allah
memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan
karena di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang
mana di dalamnya Allah telah menanamkan rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di
dalam Hadis Qudsi :
بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً
وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى
الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)
Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam
itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati
(qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam mata hati
(fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati
(saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada
rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis
Qudsi)
Bagaimanakah maksud hadis ini? Tanyalah kepada
ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahal ayat
43 :
فَاسَئَلُوْا
أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya:
“Tanyalah kepada ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau kamu benar-benar tidak
tahu.”
Karena Allah itu ghaib, maka perkara
ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula
dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang awam), seabagimana dikatakan para
sufi:
وَلِلَّهِ
مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya:
“Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada
yang bukan ahlinyah”.
Nabi
juga ada bersabda :
وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا
فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ
هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang
berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu.
Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu
pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada lehernya.
اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ
تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan
menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Adapun tentang Ilmu Fiqih
atau Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu Fiqih tidak
boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ
النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang telah
menyembunyikan suatu ilmu pengetahuan (ilmu syariat) akan dikekang oleh Allah
ia kelak dengan api neraka”.
Adapun
ilmu hakikat atau ilmu batin memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada
orang yang menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat
kepada yang bukan ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak
sebahagian manusia ini tidak sampai mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu
Allah Ta’ala. Ibarat kayu di hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama
dalamnya, dan tanah di bumi tidak sama ratanya, demikian halnya dengan manusia.
Maka ahli Zikir (ahlus Shufi) inilah yang mendekati maqam wali-wali Allah yang
berada di bawah martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah
memerintahkan supaya bertanya kepada ahli Zikir, karena ahli Zikir adalah
orang-orang yang senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta
senantiasa mendapat bimbingan ilham dari Allah SWT.